Kamis, 21 Desember 2017

Kemana Pena Kan Bermuara

Saat pena tak mampu menulis
Seolah tinta hitam menjadi sianida  tak berfaedah
Menggoreskan kesaksian demi fulus
Menghizab darah rakyat jelatah.

Saat mulut-mulut singa kampus mulai bungkam
Beku, Seribu bahasa ia terdiam
Suaranya tak lagi mencekam
Disumbat dengan undangan makan malam

 Zaman telah mengikis Idealisme mereka
Semut-semut akan menjadi Raja dikandangmu
Masih kah kalian akan terbuai
Bangkitlah.
Bangkit dan angkat penamu
Penah peradaban yang akan mengubah dunia kelam ini.

Letakkan gedget mu ambillah Al-Quranmu
Letakkan tongsismu ambillah bukumu
Simpanlah rokokmu ambillah cangkulmu
Tinggalkan happy funn angkatlah penamu.

Ukirlah hidupmu seperti para sahabat sehingga syurga menantikan mereka
Sekalipun diri tak mampu menyamai mereka, namun cukuplah usaha  yang menjadi saksi.

Masih kita teringat dengan puisi sewaktu kecil yang sering dibaca di depan kelas sebelum pulang sekolah?

“Biar peluruh menembus kulitku
aku tetap meradang, menerjang,
hingga hilang pedih perih”

Yah puisi ini adalah kutipan puisi yang sangat familiar dari sastrawan legendaris, Chairil Anwar, namun saat ini hanya jadi legenda usang di dalam lemari.

Kata-katanya begitu menghujam
Bagaiakan kobaran api
Menghembus sampai ke ruas terdalam
Begitulah semangatnya menghujam.

Tak ada pilihan lain kecuali bangkit
Bangkit dari kebodohan
Bangkit, melawan arus teknologi yang melenakan
Bangkit dari rasa malas berfikir, bangkit melawan Kebobrokan.

Kita harus menyadari bahwa apa yang kita lakukan hari ini adalah saksi atas apa yang harus kita pertanggung jawabkan di yaumil akhir.

Setiap langkah, ucapan, perbuatan kita sadar atau tidak sadar telah tercatat dalam sebuah lembaran-lembaran kertas di lauhul mahfudz yang akan menjadi saksi nyata diri kita.

Setiap tingkah laku dan perbuatan kita akan menjadi goresan pena kesaksian di hari akhir kelak.

Marilah wahai para pemuda harapan bangsa kita meneladani para ulama kita dalam setiap aktivitasnya. Tak ada waktu untuk bersantai dan tak ada ruang untuk sekedar baperan hanya karena sesuatu yang sepele.

Aduhai. Pacaran? Katamu putus dengan pacar adalah masalah, atau kamu nggak ketemu-ketemu jodoh adalah masalah besar dalam hidup. Berarti masih kurang piknik alias kurang reading.

Kita pasti mengenal Imam Syafi'i, apakah ia menghabiskan waktu mudanya untuk pacaran? Apakah ia sibuk memikirkan penampilan luarnya agar bisa terkenal dan disukai banyak orang? Apakah ia sibuk memperbanyak harta agar mampu membeli dunia? Apakah ia sibuk dengan hal-hal yang kebanyakan manusia lakukan hari ini? Sampai bliau rahimahullah bisa abadi namanya dalam sejarah dan ilmunya bisa kita rasakan sampai sekarang?

Jawabnnya tentu tidak.! Imam Syafi'i dalam buku Zero to Hero disana dituliskan bahwa Imam Syafi'i rahimahullah membagi waktu malamnya menjadi tiga, yakni sepertiga untuk menulis, sepertiga kedua untuk shalat dan sepertiga ketiga untuk tidur.

Itulah hebatnya sebuah kertas dan pena yang di gerakkan oleh orang-orang bermental hebat.

Goresan pena di atas kertas tidak cukup hanya dengan goresa, tapi yang terpenting apa yang pena kita tuliskan dan siapa penulisnya.

Semoga kita bisa meniru dan meneladani para ulama kita. Semoga Allah jauhkan kita dari fitnah dunia yang semakin hlamour ini.

Aamiin...

#Squad3
#Day27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...