Minggu, 28 Januari 2018

PIJAR

Aku tak punya cahaya
Yang dapat Terangi langkahku
Untuk terangi langkahku saja
Masih selalu kupinjam cahayamu

Warna langit mendadak berubah
Saat kubuka  hingga sekarang
Namun Embun yang kau kirim masih sama sejuknya layaknya dulu
bahkan lebih sejuk lagi.

****

Belum juga matahari menampakkan cahaya, suara Ayam jantan dari luar jendela telah menggoda telinga-telinga manusia yang  masih terlelap. Didalam kamar kos-kosan yang tidak terlalu luas namu cukup untuk menampung empat gadis yang masih terlelap.

Jam masih menunjuk angka 2, saat seorang gadis yang berbaring diantara 3 temannya tiba-tiba terbangun sambil memegang perut, seolah berusaha  menahan Sakit, ia tahan suaranya agar tak mengganggu teman sekamarnya.

Gadis yang berumur kira-kira 21 tahun bernama Isna itu, berusaha menahan sakit pada perutnya, sebentar terbangun, sebentar berbaring, tak sampai 30 detik ia bangun lagi, Ia tampak tak bisa bernafas jika berbaring, saat bangunpun perutnya akan semakin sakit, berusaha ia menahan sakit dan tak mengeluarkan suara namun rasa sakitnya akhirnya memaksanya mendesah,...

Akhirnya setelah beberapa saat kegelisahannya berakhir sejenak saat kantuknya membuat ia tertidur. Ia terbangun saat adzan subuh terdengar, setelah ia shalat, tak seperti biasa Ia akan mengaji sampai cahaya matahari mengintip dijendela kamarnya namun tidak kali ini, Ia kembali membaringkan tubuhnya.. Namun ia lupa setiap pagi sebelum Pukul 08.00 ia harus menyetor hafalan minimanl 1 baris per hari, dengan suara yang lemah menahan sakit ia berusaha menghafalkan ayat-ayat indah itu.

***

Teman-teman sekamarnya adalah mahasiswa tingkat akhir yang lumayan sibuk, yang satu lagi adalah adiknya sendiri yang masih duduk di bangku sekolah Menengah. Mereka semua berangkat pagi-pagi sekali ke Sekolah dan Kampus.

Sementara Ia Hanya tinggal berbaring menatap atap-atap kamarnya,Ia duduk menyandar diatas kasur dan menumpuk bantal-bantal setinggi kepalanya mencoba mencari posisi yang akan mengurangi rasa sakitnya. mencoba menerka sakit apa yang ia alami, baru kali ini ia merasakan sakit seperti ini, badan terasa lemas, jika berbaringpun akan membuat sesak dan rasa sakitnya akan sampai ke bahu, ulu hatinya teras perih.

"Hmm, nikmat sehat itu akan terasa setelah kita merasakan sakit,.." katanya lirih "mungkin Ini pengaruh kemarin-kemarin kesibukan, sehingga nga mengurusi makanan!". " Ya Allah ternyata penyakit seperti ini rasanya nga enak, lebih menyedihkan lagi mama dan bapak yang selalu memperhatikan nga ada didekatku saat seperti ini." ungkapnya dalam hati.

Tidak hanya badan dan perutnya yang sakit, tapi kepalanya juga seakan mau meledak, sperti ada kekuatan gelombang energi  yang membuat urat-urat dikepalanya tegang. Ia mulai berfikir, tugas kuliah yang menumpuk amanah organisasinya menanti, tugas-tugas hafalan dan yang lainnya harus diselesaikan, kalau dalam kondisi kesehatan seperti ini, bisa-bisa semua terbegkalai. 

Ia hanya berharap keesokan harinya semua akan kembali pulih seperti semula, "Kalau mau sembuh, ia  juga akan sembuh sendiri, nga perlu minum obat mungkin ini penggugur dosa..." celotehnya

Isna memang gadis yang anti dengan Obat-Obat kimia. nga menyembuhkan, hanya menekan penyakit, nga jelas juga yang buat orang islam apa bukan, terbuat dari bahan apa dan banyak lagi yang ia pertimbangkan, yah ia juga tipikal orang yang protektif.

***

 Keesokan Harinya, ada dealine  yang harus ia selesaikan, ia bergegas menyetrika, mandi lalu siap-siap kekampus.

"mau kemana...?"

 

 "Ada urusan dikampus sebentar, saya keluar dulu",

"Bukannya kamu sakit? " katanya gadis sebaya yang dari tadi menekan toots-toots di keyboardnya, 

"masih bisa ditahan kok, Assalamualaikum...!" Setelah Ia mengucapkan salam, Ia berlalu.

Sepulang dari kampus ia bergegas mengambil air wudhu dan shalat agar dapat beristirahat, tubuhnya mulai dingin dan letih.

Ia kemudian berfikir, banyak tugas yang harus Ia selesaikan, Ia harus cepat-cepat sembuh, Namun Sakitnya bertambah para, mungkin pengaruh aktifitas yang terlalu dipaksakan.

 waktu yang terus berputar, sore itu ia semakin merasakan sakit, Isna kemudian mengambil telpon genggam diatas meja belajarnya, menekan nomor demi nomor sehingga berjumlah 12, ia begitu hafal dengan nomor tersebut, namun sebelum memencet tombol call ia tampak memikirkan sesuatu.

" Tapi Bapak orang yang sibuk, mama mengurusi rumah dan adik-adikku yang masih kecil, apa iya saya akan merepotkan mereka lagi, hmm bukannya kamu memang selalu merepotka sejak dilahirkan, timpalnya pada diri sendiri, yang memang bisa dibilang orangnya tegas dan seolah tegar dihadapan adik dan teman-temannya, tapi ia sangat manja terlebih sama Bapaknya. Ia juga adalah teman curhat mama.

"Assalamualaikum..." Suara indah terdengar dari balik telpon genggam itu mendahuluinya mengucapkan salam. seolah tau anaknya sedang mengalami saat yang tidak mengenakkan,  "Waalaikumussalam," jawabnya lirih, seolah tak bisa menyembunyikan rasa sakit dan sikap manja pada mamanya.

"Magako nak,..? (kenapa nak....?  dalam bahasa bugis)  , "Tadi saya telpon ke nomor kamu, tapi nga diangkat jadi saya telpon teman kamu. katanya kamu sakit tapi masih dipaksain ke kampus,..?

"nga ko maa... saya masih bisa, lagian tadi uda agak enakan, gini Maa' kalau misalnya perut sakit sampai ke ulu hati, trus nga bisa nafas kalau lagi baring Maa.. obatnya apa...?mencoba bertanya dengan suara datar.

"Itu ada obat herbal yang  suda saya kasi ke kamu dulu, yang dalam kantong palstik itu...!, apa masih ada...? 

"Ia Ma, masih, tapi nga dimakan...hehe" jawabnya sambil nyempatin ketawa.

"Inunggi Nak (Itu diminum nak), itu banyak khasiatnya,"

"Iye'...(iya, ungkapan yang sopan menurut orang palopo)."

"jaga makannya, jangan malas,"

"Iya"

"kamu kan pusing juga, itu buat obat sakit kepala juga loh, dan jangan tidur terlalu malam,

"Iya..."

"kalau tugas suda selesai langsung tidur yah,..."

"Iya..." Ia menjawab dengan nada berusaha nurut " saya harus nurut, saya bosan dengan sakit ini." ungkapnya dalam hati.

"Suda dulu yah nak, ingat pesan mama, oia kamu punya bawang merah kan,?" 

"iya ma, kenapa...?"

"itu kamu ambil lalu remes dengan minyak goreng, trus usapkan dibagian perutmu nak yang sakit, itu sangat membantu..."

"iya' ma...! Ia hampir menitikan Air mata, seandainya saja Mama ada disini.

"Ia suda dulu ma, jaga kesehatan..."

"Ih kamu tuh yang jaga kesehatan, ledeknya..."

"hehe iya ma... ya udah, Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam". Suara dari telpon genggamnya tiba-tiba menghilang, sebenarnya ia masih berharap suara itu tetap ia dengar, setidaknya suaranya membuat sakitnya terabaikan.

 ***

Masih dengan posisi yang sama, setelah ia shalat Isyah Gadis itu masih terbaring, bahkan masih mengenakan mukena biru tua, diujung mukenanya dihiasi sedikit gambar bunga. Tiba-tiba suara mobil terdengar dari luar pintu. Hasni berhambur keluar, Hasni adalah nama adik yang tinggal dengannya dikos.

"siapa, kok Heboh gitu..?" Tanya Isna penuh penasaran.

"Bapak, Bapak datang, ye..." Nada kegirangan,

"Ih kamu tuh bercanda mulu...!" Ia sedikit sensitif, merasa dipermainkan, tapi pertanyaanya terjawab ketika pintu ia buka. sosok yang muncul di balik pintu....

"Eh Bapak....?!" Ia berusaha bangun dari tempatnya berbaring, seakan ia baru selesai disuntik obat mujarab oleh dokter ahli segala penyakit, ya ia berusaha tampak baik-baik saja didepan sosok lelaki yang sangat ia Sayang, Ia seolah tidak mau memberatkan pikiran Bapak lagi-lagi karena dirinya. Ia tidak habis fikir, kenapa bisa secepat ini mobil melaju, mama juga tidak cerita kalau mereka akan datang. Ya Allah sekhawatir itukah mereka,?"  Ia menunduk mencium Tangan lelaki itu berusaha menyembunyikan butiran yang hampir keluar dari mata sayupnya.

Gadis itu berusah mencari-cari sosok dibalik pintu mobil, yang datang adik mama yang paling bungsu, adik mama yang ke sembilan (mereka berdua hampir seumuran dengannya) yang paling bungsu kuliah keperawatan di Makassar, yang adik ke sembilan, tahun kemarin selesai wisuda D3 Teknik Komputer. dan adik perempuan mama yang ke 3, Ia Tante yang paling perhatian, Sangking perhatiannya, hampir semua orang yang ada di Kampung kalau ada yang sakit Tante nga ketinggalan, oragnya baik, dia suda punya suami.

Sosok wanita yang suda kepala empat itu turun dari mobil bersama dua orang anak, Ya dia Adik ke 4 dan sibungsu yang masih berumur 4 tahun dan yang satu hampir tiga tahun.

Mereka begitu perhatian, Sesampainya Mereka di kost ia membawa banyak cemilan, obat-obatan tidak ketinggalan, karena malam hampir menunjuk pukul 11. Bapakcharus segera pulang, Tante dan Adik-Adik sebenarnya mau bermalam, Ia cukup betah dengan ruangan sempit yang Isna tempati, entah Ia betah atau hanya karena ingin menemani Isna yang sedang sakit...

Mereka begitu perhatian.

"Nak Kami suda mau pulang, apa kamu mau ikut?" bapak bertanya seolah mengajak.

"Mau pa, tapi... kuliah dan tugas saya banyak, kalau pulang tugas-tugas saya...!" jawabku memelas.

"Nak, kamu itu sakit, kuliah memang adalah sesuatu yang bermanfaat, tapi dengan kondisi seperti ini, jangan terlalu dipaksakana, kalau kamu suda mengusahakan yang terbaik namun harus kandas karena sesuatu yang tidak kamu inginkan, bagi bapak itu tidak masalah nak,Selagi bapak masih sehat bapak akan mengusahakan yang terbaiak untuk kalaian. masih banyak cara mencari rezeki bukan hanya disini.!". Bapak menasihati dengan lembut, sosoknya yang bertubuh agak tegap dan berkumis tidak mengurangi kelembutan dan kasih sayangnya, ia selalu mengeluarkan kata-kata yang penuh dengan didikan.

Isna menyembunyikan kesedihanya, bukan karena ia tidak menyangka bapak akan berkata sebijak itu, karena ia telah lama mengenal Bapaknya yang memang adalah sosok yang sangat bijaksana dan perhatian. tapi Ia Ia merasa bersyukur karena dibalik apa yang menimpanya Allah titipkan cahaya lewat sosok seprti Bapak.

Kau telah meminjamkan cahayamu, 

dalam gelap hampir tak melihat, mencoba meraba,

 hanya cahaya yang kau pinjamkanlah yang 

membuatku dapat melihat.

Mobil Tua yang berwarna silver dibelakngnya bertulikskan KRISTA masih kelihatan layak pakai karena memang ia terawat malaju membawa keluarga kami pulang kekampung halaman, dari bilik jendela mobil angin membelai lembut jaket tebal yang Isna kenakan, ada empat orang di kelas belakang tiga tante dan satu lagi saudara angkatku yang ternyata dari tadi tidak kuperhatikan. Isna duduk dikelas tengah bersama dua adik kecilnya dan mama yang selalu disampingnya. Bapak duduku di depan dan adik pertama Isna namanya Rahman membawa mobil dengan hati-hati.

Sebenarnya Isna tak tahan lama duduk, karena perutnya seakan melilit, namun ia harus menahanya. Ia hanya sesekali menggerakkan perlahan badannya mencari posisisi duduk yang akan mengurangi sedikit rasa sakitnya. Namun mamanya yang memperhatikan kegelisahan anaknya menawarkan

"Nak sini baring dipangkuaan mama saja, tempat duduk masik luas kok...?"

"nga usah ma," jawabnya agak sedikit menolak, ia merasa ia bukan anak kecil lagi, Ia tidak harus selalu merengek kemama.

"yah suda kepalanya disandarin ke bahu mama saja, biar agak enakan dikit".  mama ternyata membaca pikiran anaknya. akhirnya Ia bersandar di bahu mamanya dan tangan mama tidak hentinya memegang kepala anak kesayangannya itu, ia khawatir kalau kepala anaknya akan terjatuh karena tidak menjaganya, sementara mata Isna masih terbuka lebar, ia tidak bisa tidur dimobil itu, entah karena perutnya atau karena ia tidak bisa membendung air matanya, melihat perlakuan kedua orang tua yang begitu menyayanginya.

Di tengah perjalanan, yang Isna pikirkan adalah bagaiamana ia akan membalas kebaiakan mereka, sehingga ia tidak sadar kalau ternyata ia telah sampai dirumah kesayangannya. waktu telah menunjukan pukul 1.  tempat tidur telah mama siapkan, Isna tidur sekamar dengan tenteyang tinggal bermalam dirumah menemaninya. Belum juga bapak dan mama sempat sampai ditempat berbaring, perutnya terasa terlilit sehingga membuatnya merengek ke mama.

" Ya Allah malam ini saya membuat orang-orang khawatir dan lelah karena sakitku, entah bagaiaman aku membalas mereka." bisiknya dalam hati

keesokan harinya Ia seakan berada dirumah sakit VVIV, Mama dan bapak begitu perhatian

Namun yang membuat ia tidak habis fikir, yang biasanya kalau Isna pulang kampung Ia yang mijitin mama sekarang mama yang pijat kaki dan tangan Isna, adik-adik kecilnya selalu didekatnya menghibur, seakan tahu apa yang kakaknya alami, Rahman juga adik yang perhatian sehingga Ia merasa Rumah adalah obat yang paling mujarab ketika sakit, ditambah suasana desa yang masih begitu sejuk, berbeda dengan kota yang penuh kebisingan, 

Isna hanya sehari dirawat dirumahnya, ia langsung sembuh. 

" Rumah dan Keluarga yang Allah titipkan adalah anugerah yang begitu Indah, tak ada kata yang mampu mengurai kasih sayang yang dibangun disana."

Satu hal yang Isna yakini bahwa 
Cahaya ini adalah cahaya yang Allah titipkan
Pijar cahaya ini akan terus ada
Dalam dekapan yang tak berkesudahan.

Satu hal yang Isna harapkan cahaya ini
akan menjadi cahaya dijalan-jalan Allah.

Ya Allah terima kasih kau telah kirimkan malaikat untukku.
Aku tak punya cahaya 
Hang mampu terangi langkahmu
Mamun kucoba rentangkan doa Keheningan yang penuh pesona

Robb izinkan aku membahagakan mereka

peluk mereka ..ya Rabb

bentangkan jalanmu, kepada mereka kehidupan Syurga..

#ODOP5
#day3

Sabtu, 27 Januari 2018

Tidak Ada Ide

Aku lagi nggak mood nulis dear
Nggak tau kenapa, rasanya otak selalu berputar tapi nggak nemu-nemu tuh ide yang mau aku tulis, apa?

Padahal permasalahan di negeri ini sangat banyak yang mesti kita kritisi dan kita cari solusinya. Tidak usah berbicara taraf nasional lah, masalah lokal saja sangat banyak.

Misalnya masalah eljebete yang bikin aku bete. Kan itu masalah yang harusnya kita eh aku tuangkan dalam bentuk tulisan agar aku ikut mendakwakannya bukan?

Iye serius aku bingung mau nulis apa? Padahal masalah di negeri ini sangat banyak, misal masalah kenaikan harga pertalite di pertamina itu ternyata sudah naik. Nah log biasanya kan yah, kalau ada masalah yang menyangkut hak hidup masyarakat banyak, harusnya di umumkan dulu kan yah.?

Eg ini mah naik se enaknya bae. Tanpa mikirin perasaan kita nape bang Jo? Ya Rabbana. Belum lagi masalah gempa bumi, masalah pelecehan dan banyak lagi masalah-masalah yang silih berganti datang dalam hidup ini.

Seharusnya aku nggak tersumbat idenya karena banyak hal yang bisa di bahas. Tapi kali ini aku sepertinya tidak bisa menulis tulisan yang baik dan bermanfaat, ada fikiran yang buat aku tidak mood, bahkan aku kasihan sama pembaca blogku. Aku minta maaf yah teman-teman jika hari ini minim pelajaran dari tulisanku.

Mungkin karena Dilan(da) rindu sama mama dan bapak juga adik-adik.

#ODOp5
#Day6

Jumat, 26 Januari 2018

Kekuatan Cinta

Siapa yang tidak ingin dicintai? Dan siapa pula yang tidak ingin mencintai? Setiap kita punya fitrah itu, yakni mencintai dan ingin pula di cintai. Ini adalah fitrah yang telah Allah titipkan untuk setiap insan.

Jalan hijrah itu memang sulit, jalan menuju kebaikan itu memang tidak mudah, ia pun memiliki konsekuensi yang bermacam-macam. Apa kita merasa sulit? Sering mengeluh? Merasa lelah? Atau mencaci Allah? Atau menyesal melakukan perubahan itu.?

Coba kita ingat saat bermain dengan teman-teman semasa kecil dulu. Berlari, melompat kesana kemari, bahkan saya peribadi pernah ikut bermain bola bersama teman lelaki saya saat masih menginjak bangku SD sampai ngos-ngosan. Atau bahkan pernah juga tenggelam di empang karena nekat berenang.

Karena sangking asyiknya bermain, sampai-sampai lupa pulang dan mama yang harus mengingatkan dan sesekali memaksa untuk pulang ke rumah.

Bukankah main-main juga capek? Pegal? Tapi kita tidak pernah mengeluh bukan? Mengapa? Suka. Karena suka, kita tidak takut capek, tidak ingat waktu, apalagi hal-hal yang kita suka. Saat melakukannya, apakah kita mengeluh?

Begitupula dengan proses hijrah, jalan menuju kebaikan, dan jalan menuju ridha Allah yang di balas dengan syurga InshaAllah. Ia tidak mudah karena hadiahnya tidak tanggung-tanggung.

Maka bagi para pencari cinta yang kekal, ia tidak menghiraukan omelan atau cemoohan orang-orang yang dengki melihat hijrahnya.

Kadang kita melihat ada akhwat atau ikhwan teman kampus kita yang begitu istiqomah mempertahankan pemahamannya sekalipun ia telah disudutkan.

Contoh yang akhwat misalnya memakai jilbab dan khimar yang panjang, disangka ibu-ibu lah, tidak gaul lah, tidak modis dan lain-lain. Kenapa ia sampai hari ini masih istiqomah? Mengapa ia tidak peduli dengan omongan orang? Mengapa ia tidak lepas saja jilbab dan khimarny?

Kenapa pula ada insan yang dalam hijrahnya sering mengeluh? Kenapa terasa sulit? Kenapa ingin mundur? Kenapa merasa tersudutkan? Karena belum cinta. Iya! Cinta.

Maka harusnya kita belajar mencintai proses itu. Sebagaimana kita mencintai hal-hal yang kita lakukan maka terlebih kita harus lebih dsn lebih mengharap cinta Allah.

Jika sudah cinta. Maka, apapun rintangannya kita pun bisa mencintai jalan menuju cintaNya, rintangan apapun tidak ada artinya. Semua lewaaat!

Maka cintailah apa yang kita lakukan terlebih cintailah pekerjaan Anda karena sang pemilik cinta, maka cinta itu akan dikekalkan oleh sang pemilik cinta yang kekal. InshaAllah.

#ODOD5
#day5
#wifisulsel

Kamis, 25 Januari 2018

Masa Lalu

Kadang kita rindu dengan semua yang pernah kita lalui dalam hidup ini. Rindu masa kanak-kanak, rindu masa SD, rindu masa SMP, dan rindu masa sekolah di SMA. Rindu semua tentangnya, tentang masa mudah, masa tidak ada beban dalam fikiran, masa dimana bercanda dengan teman, dan masa dimana jalanan yang dilalui setiap hari.
Juga seragam yang setiap hari di kenakan, bertegur sapa dengan guru, mengikuti mata pelajaran yang menyenangkan, makan barenga teman di kantin sekolah, belajar kelompok, dan jalan-jalan bareng dengan teman-teman dan sahabat.

Sungguh menyesakkan rindu itu. Benarlah kata imam Hasan Al-Banna bahwa sesuatu yang sangat mahal itu adalah masa lalu. Anda tidak akan mampu membelinya sekalipun dengan segunung emas.

Namun ada yang jauh lebih menyesakkan dari mengenang masa lalu. Adalah ketika kita tidak sadar bahwa waktu ternyata begitu cepat berlalu dan kini usia kita semakin berkurang seiring bertambahnya hari yang kita lalui.

Sungguh menyedihkan hidup ini berjalan tanpa ada yang bisa menghentikannya barang sebentar saja, namun ia habis begitu saja dengan kesia-siaan. Waktu adalah satu-satunya modal yang dimiliki oleh manusia, dan kita tidak boleh sampai kehilangan waktu. 

Sungguh rindu itu kelak akan ada, rindu akan semua yang pernah kita lalui, rindu akan hal yang pernah kita lakukan, namun merugilah kita yang menyesali semua yang berlalu dengan percuma. Wahai diri maka bersyukurlah kita yang masih Tuhan berikan waktu untuk kita hari ini, merenung untuk mengambil pelajaran lalu mempergunakan waktu sebik-baiknya, karena suatu hari pasti manusia akan meneteskan air mata karena waktu yang berlalu namun keadaannya hari ini masih sama bahkan jangan sampai semakin buruk. Naudzubillah

Maka sungguh beruntung orang-orang yang hari ini keadaan imannya lebih baik dari hari kemarin, sungguh beruntung mereka yang mengisi waktunya dengan beramal soleh sebagai bekal untuk perjalanan yang akan di laluinya ke depan yakni perjalanan ke negeri akhirat.

Karena sesungguhnya dunia hanyalah sebuah tempat persinggahan. Suatu waktu akan datang masa di mana seseoarang baru tersadar ketika ia telah tertimbun tanah, menagis, meraung, menyesal, namun hari itu tak ada lagi gunannya penyesalan. Mari kita gunakan waktu sebaik-baiknya karena suatu hari amanah waktu akan berhenti pada diri kita, dan ia tak pandang usia tua maupun muda, saat diri sudah siap maupun belum siap, jika sudah ditetapkan maka ia akan menjemput diri ini.

Maka menangislah hari ini, menyesallah hari ini, merenunglah hari ini, meraunglah hari ini, lalu bangkit dan gunakan waktu itu sebaik-baiknya, karena anda sebenarnya adalah orang yang beruntung masih diberi waktu untuk melakukan perbaikan.

Mari kita mengisi waktu kita dengan hal-hal yang bermanfaat untuk hari dimana tak ada naungan kecuali naunganNya.

Self reminder
#ODOP5
#day4

Selasa, 23 Januari 2018

Buku Petunjuk

Handphone atau seringkali kita singkat dengan sebutan Hp.

Diawal Ia dibuat  fungsi  target serta tunjuan pembuatannya telah jelas, hp ini tentu telah kita sadari bersama bahwa baik ia jenis hp tempo dolie alias Hp jadul (jaman dulu) .

Jika di bandingkan dengan Hp di era modern seperti sekarang sama saja ia tetap Handphone namun sekarang dengan kecanggihan tekhnologi, sudah ada phone yang smart atau sering disebut Smart Phone.

Hp ini entah ia sebelum era modern sampai era modern pun, pabrik hp ini tetap memberikan buku petunjuk kepada sang pembeli hp.

Apakah Hp itu smart ataukah hp biasa, buku petunjuknya selalu ada dalam kardus bersama dengan hp tersebut.

Karena si pembuat sadar bahwa  buku petunjuk inilah yang akan memberi arahan kepada si pemilik hp untuk berkonsultasi saat pembuat tak dapat ditemui langsung.

sama halnya dengan manusia,  entah ia manusia purba maupun manusia modern, ia telah diciptakan plus dengan buku petunjuk hidupnya yakni Al Quran dan Assunah, hanya saja kitalah yang menjadi penentu dan pengambil keputusan, apakah akan membaca buku petunjuk tersebut atau malah mengabaikannya.

Sama halnya dengan manusia, jika ingin selamat dalam mengarungi hidup, jika sudah merasa tidak mengetahui bagaimana cara menjalani hidup ini maka seharusnya kita membaca buku petunjuk tersebut.

Smoga kita bisa tetap bersama dan berusaha menghafal buku petunjuk hidup kita agar tak salah dalam setiap langkah kaki dibumi ini, agar Allah turunkan sebaik-baik rahmat-Nya bagi kita semua.

Aamiin.

#ODOP5
#Markurius
#Day2

Senin, 22 Januari 2018

CINTA DAN HIJRAH

Sedikit kisah yang sangat mengesankan bagiku, tak ada jalan mudah menuju jalan syurga. setiap pilihan akan ada konsekuensi tersendiri,  jika kita memilih taat maka secara langsung kita harus meninggalkan semua yang Allah larang.

Bagaikan menggenggam sebuah bara api, sangat panas namun harus tetap di genggam. Itulah perumpamaan bagi orang-orang yang memilih jalan Islam hari ini.

Harus siap di guyur dengan cemoohan, di sangka teroris, di sangka kuno dan semacamnya, namun kita harus tetap menggenggamnya sampai rasa panasnya padam dengan sendiri. 

Masih lekat di ingatan sekitar 4 tahun silam di sebuah kost saat itu masih semester dua tepat di usiaku yang ke 17 tahun. Aku mondar-mandir memandangi pakaian yang melekat di bandan sesekali kupandangi lagi jam di tanganku.

"Kenapa sih Ka,  kok cemas begitu." Tanya Asti penasaran.

Asti sering memenggal namaku menjadi Ka, untungnya bukan kepalaku yang dia penggal, Asti adalah teman sekelasku dan kebetulan kami satu alumni dari SMA yang sama, dan itulah yang membuat kami semakin akrab tak jarang Asti menemaniku di kost karena memang Aku tinggal sendiri.

"Masih ingat tidak, materi kajian kemarin yang disampaikan kak Nisa?" Aku balik bertanya ke temanku itu.

"Hmm, yang bagian mana Ka?" Astipun kembali bertanya.

"Kamu inget tidak? Hayo..? pas kita nangis-nangis di saat kak Nisa menjelaskan sebuah hadist!” Aku memandangi asti.

"lalu? apa hubungannya sih kamu segelisah itu, mondar-mandir dari tadi."  Asti menahanku lalu menyuruh duduk dengan isyarat.

"Asti coba deh ingat-ingat kembali pembahasan kemarin, Aku jadi gelisah loh setiap mengingat penjelasan yang itu, emm pas kak Nisa bilang....hmm.... nah aku ingat  begini,  "posisi Ayah sebagai kepala keluarga sangat berat dik, Ayah rela banting-tulang, peras keringat, Ayah rela menghabiskan waktu mencari nafkah untuk keluarga, peluh, lelah, letih tak pernah terdengar dari bibirnya yang tulus,”  Aku mulai menjelaskan ke Asti yang dari tadi gelisah melihat tingkahku.

“Ia juga bertanggung jawab atas dosa yang diperbuat anak perempuan dan istrinya, di dunia ia sengsara dan banyak beban, seharusnya kita sebagai seorang anak membalas kedua orang tua kita dengan kebaikan pula.  jika anak adam meninggal dia hanya akan membawa tiga perkara  termasuk orang tua kita, yakni yang pertama ilmu yang bermanfaat, ke dua anak sholeh/sholehah dan ketiga  amalan yang tidak ada putusnya itulah yang akan kita bawa kelak,” lanjutku.

“Lantas apa yang telah kita siapkan untuk bekal ketika Allah  memanggil kita kelak, sejauh mana ilmu kita bisa bermanfaat untuk orang lain, apakah suda ada sesuatu yang kita perbuat sehingga ia menjadi pahala jariah yang tiada putusnya atau hari ini kita sudah menjadi anak yang shalehah?”

“Jika ilmu dan amalan jariah kita hari ini belum punya setidaknya kita menjadi anak yang sholehah untuk kedua orang tua kita dik!  Dan perlu kita ketahui bahwa Rosulullah pernah bersabda bahwa jika satu langkah saja seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa memakai jilbab dan kerudung,  maka sama halnya selangkah juga ia memasukkan Bapaknya ke dalam api neraka (HR at-Tirmidzi) kebayang tidak,? berapa ribu langkah kaki kita keluar rumah tanpa menutup aurat dengan sempurnah."

Aku terdiam setelah sibuk menjelaskan penjelasan dari kajian yang ku ikuti dengan Asti temanku. Lalu aku melanjutkan seolah tak memberi ruang kepada Asti, tapi ia juga begitu antusias mendegarku.

"Betapa durhaka dan membebaninya kita Ti,... di dunia Bapak menanggung peluh, capek, di akhirat apakah tega kita melihat mereka menderita?" Aku menjelaskan dengan nada parau, mata Asti sedikit memerah.

"Lalu?" Tanya Asti.

" Aku malu Ti...,Aku sayang banget sama Bapak...,betapa durhakanya kita jika Bapak yang sudah rela membanting tulang dan mengorbankan segalannya demi kebahagiaan kita harus menanggung beban berat dunia akhirat karena pilihan hidup kita yang salah Ti." Kataku sambil memamndangi Asti yang mulai menunduk.

Kucoba membendung air mataku namun ia mencari celah hingga ia membasahi sedikit pipiku, dengan cepat aku menutupi muka dengan kerudung yang Kukenakan.

" Iya, iya, ya udah,..berarti kamu gelisah mau pakai jilbab dan kerudung yang..., yang apa sih namanya Ka?" Wanita yang usianya sebaya denganku itu berdiri.

"Yang syar'i Titi sayang,  syar’i itu artinya sesuai dengan syariat islam." Aku menyeka mataku dan tersenyum dibuat Asti dengan pertanyaannya yang menurutku lucu itu.

"Yaps, nah itu dia,dalilnya saya ingat tuh kalau itu di dalam Al Quran, an-Nur ayat 31 untuk kerudung dan al-Ahzab ayat 59 untuk jalabah alias jilbab atau sering disebut gamis bukan!"

"Tumben encer hehe." Ungkapku sambil nyengir dan betul saja sejurus kemudian tangan Asti menyubitku sambil ketawa malu-malu.

"Tapi Ti...,Aku belum punya baju terusan, apa Aku harus pakai rok dan baju panjang lagi, itu kan potongan namanya, di tambah lagi kak Nisa nambahin, jangan tunda kewajiban itu dik, karena alasan tak akan menunda maut." Aku merengek kepada asti yang dsri tadi berdiri di dekat meja belajar.

"Aku punya baju terusan, kebetulan ada satu-satunya hehe." Asti mencoba menenangkanku lalu ia melangkah ke arah tasnya.

"SubhanaAllah." Aku menengok ke arah Asti.

"Kok bisa Ti?" Tanyaku.

"Iya ini pemeberian nenek dan saya rasa akan membutuhkannya nanti kalau sering sama kamu,..kamu kan suka ngajak ke pengajian,! yah semacam persiapan gitu hehe" Asti tertawa lebar.

"Kamu yah." Aku tersenyum lagi di buatnya.

Sekalipun aku risi melihat gamis itu, tapi dalam hati niatkan karena Allah, Bismillah lagian modelnya lumayanlah untuk ukuranku, sama sekali tidak tergambar kalau itu baju untuk nenek-nenek.

"Tapi Ti.. kamu pakai apa say, kamu kan harus pakai terusan juga." Aku merasa Astipun harus memakai pakaian ya g sama.

"Ngak apa-apa say, lagian Aku belum siap juga makainya, bagaimana kalau teman-teman menertawaiku, lagian aku biasa pakai celana jeans, kalau kamu udah biasa pakai rok, baju kamu selalu panjang, dan kerudung apa lagi." Asti mulai mengeluarkan jurus pamungkasnya dengan suara memelas agar Aku tidak menceramahinya lagi. Tapi aku tetap melototinya.

"Iya nanti kalau aku sudah siap dan mantap, aku pasti pakai kok solehah, suer." Asti mengangkat tangan tanda janji lalu menggodaku agar berhenti melototinya. Iapun menyodorkan baju terusan ungu dari tas pakaian untuk perlengkapan beberapa hari nginap di kos.

"Aku tunggu yah, kita hampir satu jam-an loh bahas jilbab dan kerudung,, jangan sampai telat." Asti keluar untuk menunggu di depan kost.

"Baik bu...!" Kataku sambil mengangkat tangan memberi isyarat hormat.

Asti bergegas keluar, Ia menunggu di teras kos duduk di sebuah kursi kayu sambil memainkan hpnya,  sementara Aku mengganti baju.

"Tada...," Aku keluar diam-diam dan membuat kaget Asti.

"Gimana Ti? Aku kayak di film enggak yang pas ganti baju langsung berubah jadi cantik atau seperti barby yang pakai gaun cantik? Hmm atau Aku kayak ibu-ibu hamil lima bulan  dengan terusan begini? Tanyaku ke Asti yang sepertinya menyimpan seribu tanya di matanya pas melihatku keluar.

Ah....lupain Ti.. udah telat lagian cantik itu harus pakai ukuran pencipta, bukan yang di cinta, iya enggak Ti?" Asti terdiam, mau jawab tapi tidak ada kesempatan dariku.

"Weish kamu udah kayak ustadzah aja,  baru berapa menit aja pakaianya berubah, udah banyak perubahan yah." Asti memandangiku sambil mengejek dan menggodaku,  sepertinya ia tahu betul apa yang berkecamuk dalam hatiku,  ada rasa takut malu yang berusaha ku sembunyikan"

Setelah mengunci pintu kami berjalan menuju kampus yang letaknya cukup dekat dari kost, tiba di kampus kami bergegas ke lantai 2 gedung A FTKom.

Rasanya seperti mau putus nafas ini, nafasku terenggah-engah setelah sampai di lantai dua,  kusandarkan tubuhku di dinding luar kelas,  asti memandangiku ia kelihatan agak susah bernafas.

"Ti.. Alhamdulillah belum ada dosen.” Ungkapku setelah merasa lebih tenang.

"Iya..yuk istirahat di dalam kelas aja." Asti menarik tanganku seperti bayi baru lahiran, eh bayi baru berjalan.

"Iya iya." Saya menuruti saran Asti.

Beberapa teman-teman terlihat berbincang, dua laki-laki duduk di atas meja sementara ke empat teman yang lain duduk di kursi sambil asyik bercerita satu sama lain di pojok ruangan kelas. Beberapa teman-teman cewek sibuk menulis beberapa tugas hari ini yang belum sempat ia selesaikan di rumah. Ada yang berfose dengan beberapa teman.Yang lain sibuk mengurusi hp di tangannya.

"Assalamualaikum." Sapaku dari balik pintu.

"Waalaikumussalam." Sapa beberapa teman yang sedang bercengkerama dengan teman-teman yang dududi kursi bagian depan di dekat pintu.

Mereka tetap ramah seperti biasanya, sekalipun tampak beberapa raut muka yang agak berbeda dari biasannya.
Sambil tersenyum Aku mengambil posisi duduk di bagian kursi paling depan agar kegugupan dan raut mukaku tak nampak, Aku merasa berbeda hari ini, sedikit diam dan kepedean kalau kalau aku jadi bahan pembicaraan. "Mudah-mudahan semua baik responnya"

Ku lepas tas yang ada di pundakku lalu kuletakkan di atas bangku kursi, Aku membuka tas dan menarik sebuah buku dari dalam tas "
 "Ibu ustadzah," dari belakangku terdengar suara laki-laki memanggil entah siapa yang di panggil, aku acuh tak acuh "ibu ustadzah." ia mengulang kembali sambil mengayun kata ustadzah.

Aku mengenal suara itu, suara ketua tingkat, namanya Anto biasa Aku sapa kak Anto,ia lumayan dekat denganku,
ia sering ke kos bersama teman-teman kelas yang lain.

Apalagi saat-saat musim kemarau, eits musim tugas ia selalu datang seperti jalangkung datang tak di jemput pulang tak di antar, eh maksudnya sepersti jalang kote...gubrak, apaan itu, udah udah nga bakalan lucu.

"Amiin,  kenapa kak.?" Jawabku seadanya. Ia hanya tersenyum di ikuti teman-teman yang lain. Tak ada yang berani mengkritik di depanku, karena aku nga biasa bercanda seauatu yang tidak bermanfaat kepada mereka, aku terkesan serius di dalam kelas, tapi mereka senang datang belajar di kos.

Sejak saat itu beberapa tingkahku mulai berubah,  tak mau berjabat tangan,  tak mau di bonceng dengan temanku yang pria, tidak mau duduk di kursi tengah apa lagi di belakang, lebih memilih tinggal di kos daripada keluar tanpa tujuan yang jelas tidak semua telpon saya angkat.

Sering juga ada kakak senior dan teman kelas yang suka menelpon yang tidak lain hanya modus alias modal dusta dan sejurus saja aku keluarin kata-kata mutiara buat dia dan alhamdulillah sampai sekarang ia tetap ramah tapi sudah tidak ada yang berani menelpon kalau nga penting-penting amat,
huft...sedikit legah.

Setelah beberapa hari beberapa minggu berlalu semua ungkapan-ungkapan sinis mulai berkurang, teman-teman laki-laki yang awalnya setiap waktu ke kos mualai memahami bahwa kamar pribadi perempuan tidak boleh seorang laki-laki masuki.

Banyak teman-teman dari organisasi dan perhimpunan anak Tekhnik yang kadang merasa penasaran dengan pilihanku, kadang Aku ngin menjauh tapi kucoba sedikit menjelaskan alasanku memilih hjrah ke jalan ini.

Berbeda dengan pria yang satu ini saat itu kami masih menjalin hubungan yang biasa orang sebut dengan istilah  pacaran sehat jarak jauh, Aku kadang membuat alasan-alasan agar ia tidak menelpon, suatu malam pernah ia misscall sampai 40 kali tanpa jawaban,  karena kasihan akhirnya aku angkat telponya dan kucoba menjelaskan alasanku ke dia.

"Maaf Kak saat ini Aku hanya ingin fokus kuliah dan akhir-akhir ini Aku aktif ikut kajian islam."

"Alhamdulillah." Jawabnya senang.

"Tapi... di tempat kajian itu Aku mulai faham bahwa pacaran dalam pandangan islam itu dilarang." Jelasku dengan hati-hati.

"Tapi kan kita hanya telponan,  tak ada yang lebih."

"Iya akupun awalnya berfikir seperti itu, tapi tidak seperti itu, maaf  bukan menggurui ini namanya zina hati kak."  Aku mulai menjelaskan.

"Rosulullah pernah bersabda dari anas r.a bahwa ada tiga perkara siapa saja yang memilikinya maka ia telah merasakan manisnya iman. Yaitu orang yang mencintai Allah dan Rosulnya lebih dari yang lainnya,
 orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah, dan orang yang
 tidak suka kembali kepada kekufuran sebagaimana
ia tidak suka di lemparkan ke Neraka," Ia mendengar penjelasanku dengan tenang

"Baiklah kalau begitu,  bagaiamana kalau aku mendatangi walimu, Aku serius yah sama Dinda."

Mendengar perkataanya Aku mulai deg, deg, dan deg degan, Ia memang orang yang memiliki ekonomi yang cukup baik. Aku tak bisa mengelak, namun kucoba kembali menkelaskan ke dia.

"Aku masih semester dua, InsyaAllah dalam Al Quran
Allah kabarkan bahwa lelaki yang baik itu untuk wanita yang
 baik begitu pula sebaliknya, InsyaAllah Aku sangat menghargai niat
baik dari kanda, sekarang keputudan saya sudah bulat saya mau
selesaikan studi saya, insyaAllah empat tahun lagi, jika kita berjodoh
 Allah akan mentakdirkan kita"

Setelah menjelaskan semuanya, akhirnya ia mulai sedikit mengalah sekalipun ia tak menerima, harus ada yang di korbankan, pilihan adalah penentu kehidupan seseorang kedepan.

Aku juga memiliki teman pria yang sangat baik hampir setiap malam ke kost membawa makanan tanpa kuminta, ia memperlakukan aku sangat istimewa, kami seperti saudara ia hampir selalu menawarkan bantuan, ia mempertanyakan kenapa Aku ingin berpenampilan seperti ini.

Aku jelaskan semua alasanku ke dia,  akhirnya dia mulai memahami dan sejak saat itu dia hanya menghubungiku saat ada tugas saja, perlahan saat hijrahku mulai berjalan beberapa bulan kami suda tidak satu kelas dan kami tidak pernah saling sapa lewat media apapun, ada rasa sedih kehilangan sahabat sebaik dia namun disisi lain Aku merasa legah karena perlahan semua-teman laki-laki yang pernah dekat saat pengkaderan dan ospek dulu mulai memahami bahwa inilah pilihanku.

Aku hanya pasrahkan segalanya kepada sang pemberi cinta, saat semua kebiasaan burukku mulai kutinggalkan demi cintanya, saat gaya hidupku dan gaya berpakaianku yang jahil kutinggalkan.

Aku yakin Allah akan membalas sekecil apapun kebaikan dan usaha hambanya untuk mendekat padanya.

Aku pasrah sepenuhnya pada Allah, inilah jalanku, inilah jalan hijrahku, inilah kisahku, kutinggalkan kesenangan masa mudaku untuk kesenangan yang abadi di sana.

Kutinggalkan cinta mereka yang hanya sementara, cinta yang tanpa kepastian demi cinta ilahi, inilah kisahku saat kutinggalkan cintaku pada dunia, kutinggalkan cinta seorang hamba demi mencari cinta dari pencipta cinta itu sendiri.

Jika tiba saatnya, sang pemberi cinta akan menghadirkan cinta yang lebih indah dari sekedar mencintai itu sendiri.

Dan Alhmdulillah badai tidak selamanya bertahan pasti ia akan berlalu, setelah hari demi hari berlalu teman-teman bukan menjauhiku mereka bahkan lebih mepercayaiku baik menanyakan tugas maupun menanyakan masalah agama.

Teman-temanku yang laki-lakipun semakin menghargaiku dan tidak pernah berkata kasar juga tidak jahil padaku.

Alhmdulillah ala kulli hal.

Inilah sedikit penggalan kisah hijrahku.

#OneDayOnePost5
#TantanganODOP1
#Markurius

Selasa, 16 Januari 2018

Angkot

"Cantik-cantik nggak pacaran. Entar nyesel loh nong" Wanita paru baya disampingku tersenyum rama setelah ia memerhatikan pin yang aku kenakan di sisi kiri kerudung biru dongker yang aku kenakan.

"Ehh. Mmm,? maaf Bu maksudnya apa yah?" Aku nyengir berusaha menyembunyikan raut mukaku yang kebingungan dengan pertanyaan yang mirip peryataan oleh ibu yang kira-kira berusia 37 tahun itu.

"Pin kerudungnya cantik, hehe" si ibu sumringah, entah apa maksud di balik senyumnya.

"Oh. Iya Bu! Trima kasih." Jawabku.

Ternyata si Ibu memperhatikan Pin yang aku kenakan. Mungkin tulisannya terlalu ekstrim bagi si Ibu atau juga mungkin ia terlalu penasarna melihat Pin ku, pantas saja aku jadi hampir ke ge er an di tatapin terus dari tadi. Hampir saja aku jadi ujub alias bangga diri, kukira ia menatapku karena maksud lain, mau jadiin mantu gitu (upps, intermezo yah dear).

"Indonesia Tanpa Pacaran" itulah tulisan yang terpampang di Pin yang kukenakan di kerudung biruku pagi itu, kebetulan motor yang setiap hari menemaniku sedang istirahat di rumah, pagi ini aku memilih naik angkot menuju ke tempat mengajar privat mengaji.

Ibu yang membaca kata Indonesia Tanpa Pacaran" ekspresi wajahnya seolah menggambarkan kalau ia sedang membaca tulisan "Indonesia Tanpa Garam." Iya. Seolah hidupku di matanya bagai sayur tanpa air, eh maksudnya garam, alias hambar.

Aku hanya nyenggir, "Tidak apa-apa kok bu. Banyangin coba bu nanti kalau sudah nikah terus punya mantan, kan menguras waktu dan fikiran lagi buat move on bu, hehe" Aku mulai eskaesde.

"Jangan sampai kayak si pria Bone, Sulawesi Selatan itu yang pas nikah sih mempelai laki-lakinyapigsan karena sang mantan datang ke acara pernikahannya dan nyanyiin lagu yang buat hatinya mengingat si mantan, kan sakit yah Bu?"

"Iya juga yah nong"

"Kasian si istri yah Bu? melihat suami melukin mantan, aduh itu baru satu dampak pacaran, mana kerusakan lainnya yang hamil di luar nikah, dan banyak lagi kerusakan lainnya kan Bu yah?" Kataku menjelaskan.

"Yah sudah Bu, aku sudah mau turun di sini duluan, Assalamualaikum" aku pamit dengan si Ibu sambil menjabat tangannya karena angkot sudah mulai menepi.

"Waalaikumussalam"

End.

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...