Kamis, 27 Oktober 2016

Lelaki itu


Langit kota palopo tiba-tiba mendung, saat itu juga suara air diatas genteng mulai terdengar riang . Sore itu hujan turun membasahi kota palopo. Langit yang cerah sejak pagi berganti awan kelabu. Namun dibalik kelabunya tuhan sedang menyirami kota kecil itu dengan rahmatnya.

Saya dan sahabat saya, masih sibuk mengemasi barang-barang. Rencananya kami akan pulang ke kampung masing-masing. Sore itu kami berencana pulang bersamaan sekalipun kami tidak satu jalur. saya ke Selatan sementara Lilis di Utara.

"Allahu Akbar, Allahu Akbar..." Suara adzan dari mesjid yang hanya berjarak dua ratus meter dari rumah kontrakan kami mulai berkumandang.

"Wah sudah adzan, dan hujan sudah mulai reda!" Tukas saya, sambil melihat keluar jendela.

"Setelah beres, ayo kita shalat ashar berjamaah dan langsung berangkat agar tidak kemalaman"

Beberapa saat setelah selesai shalat, Lilis menyampaikan tidak jadi pulang sore ini, ia baru ingat besok harus bertemu dengan dosen perihal penelitian tugas akhirnya. Lilis kemudian membantu saya mengangkat barang keatas motor.

Saya langsung mengangguk, berusaha memahami masalahnya. 

"Ayo ikut pulang kerumah saja!" Pintaku menawari Lilis.

"Hehe, tidak, kapan-kapan lagi saja, besok saya masih mau ke kampus soalnya" Jawabnya sambil tersenyum.

Setelah bersalaman dan pamit, saya langsung meluncur ke arah selatan, mengendarai motor Beat berwarna biru. Satu kardus di depan yang sudah terbungkus rapi dengan kantong palstik, juga tas ransel biru dipundak, saya juga telah memakai jas hujan yang kebetulan berwarna biru, helm biru diatas kepala saya juga sudah siap.

"Bismillahirrahmanirrahim, lahaula wala kuata illa billah"

Motor itu melaju dengan kecepatan empat puluh kilo meter perjam. Kecepatan yang sedang. 

Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, kendaraan disamping kiri dan kanan sperti sedang beradu. Sebenarnya mereka takut kehujanan. 

Saya menunduk melihat bawahan baju saya, basah kuyup seperti habis berenang. Sayapun mencari tempat berteduh, takutnya jika melanjutkan perjalanan, buku dan baju didalam tas akan ikut basah.

Derasnya hujan diikuti angin kencang membuat jalanan hampir tidak jelas saat mengendarai. Dengan pelan dan sangat hati-hati, saya memingggirkan motor dan mencari tempat untuk berteduh.

Setelah mendapat tempat yang pas, sayapun memarkir motor didepan rumah warga yang cukup luas dan berteduh. Kebetulan rumah itu sudah tertutup, sepertinya sejak gerimis tadi sudah sengaja ditutup.

Sudah satu setengah jam sudah saya duduk menunggu hujan reda. Tiba-tiba motor dari arah kanan singgah ditempat yang sama.
Lelaki itu turun dari motor sambil memaki.

"Waduh semuanya basah, di kantor tadi saya mengetik, dan hanya gerimis di luar, setelah saya dijalan, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya" curhat Lelaki yang kira-kira berumur dua puluh tujuh itu.

Saya hanya diam mendengar sambil menarik bibir berusaha senyum dan tetap mebelakangi Lelaki itu.

Suasana seketika senyap, sekalipun saya agak takut, tapi ketakutan itu sesikit berkurang setelah mendengar keramahannya dan juga wajahnya yang bersahabat. Warung disamping toko yang kami tempati berteduh juga masih buka. Kalaupun ada apa-apa saya bisa berteriak dan pasti akan terdengar oleh orang yang berada didalam sana. saya mengadu dalam hati.

"Kenapaki kita tidak basah?" Tanya lelaki itu memecah kesunyian. Ia tampak keheranan.

"Dari tadi saya disini, sekitar jam empat" saya menjawab sambil mengangkat kepala memandangi hujan.

Lelaki itu banyak bertanya dan saya berusaha menjawab seadanya, tiba-tiba hujan sedikit reda. Sayapun merasa legah bisa cepat-cepat pergi dari tempat itu.
Cepat-cepat saya menghubungi Lilis.

Setelah Lilis mengangkat, saya langsung menyampaikan maksud saya menelpon.

"Lis saya tidak jadi pulang, besok pagi saja, karna sudah sangat sore kalau saya pulang, sepertinya saya akan kemalaman"  

"Oh iya, besok saja pulang" Jawab Lilis.

"Sudah redah, saya duluan" Saya pamit sambil menunduk.

"Ia hati-hatiki, licin itu jalan karna sudah hujan, pelan-pelanki saja" Jawabnya dengan senyum, saya langsung menunduk dan sibuk memakai jas hujan.

Malam itu setelah shalat magrib, saya dan Lilis makan malam di warung Panyingkul tepat di samping kampus Cokro. 

"Inimi hikmahnya , sebenarnya tadi siang dalam hatiku mau sekalika makan mie ayam, tapi tadi siang tidak sempat"  saya berujar ke Lilis sambil mengajak dia duduk di kursi paling pojok yang kebetulan kosong.

"Hehe, bisa saja" Lilis menjawab dengan senyum.


Ditulis saat perjalanan menuju halaqah 
28 Oktober 2016

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...