Senin, 12 Februari 2018

Bukan Dilan, TapI...

Akhir-akhir ini dunia remaja Indonesia di hebohkan dengan sebuah film bioskop yang mengangkat tema percintaan anak SMA dengan judul "Dilan."

Selain pemainnya yang tampan, sinetron tersebut berhasil menarik banyak penggemar lewat dialog-diaolog dalam skenarionya yang begitu puitis dan juga romantis.

Salah satu kutipan yang menjadi begitu populer di jagad maya adalah ketika si cowok yang bernama Dilan ini menelpon kekasihnya.Milea. Saat Milea mengatakan, "Dilan kamu dimana, aku rindu," kata gadis remaja dibalik telpon.

Dan Dilan pun menjawab dengan romantisnya, "Jangan rindu, berat. Kamu tidak akan sanggup. Biar aku aja" kata Dilan yang membuat hati Milea serasa melanglang buana ke angkasa.

Lantas,  ada apa dengan rindu yang membuat heboh dan sampai banyak yang baper alias bawa perasaan mendengar kata ini. Saya rasa memang wajar, karena banyak wanita memang suka pada lelaki romantis.

Kata-kata Dilan sepertinya belum bisa membuat banyak orang muveon, buktinya hingga sekarang banyak yang menggunakan kata-kata tersebut untuk dijadikan sebagai status, bahkan banyak terkagum-kagum dengan cinta Dilan terhaxap Milea.

Sedih

Malang sunggug malang nasib kita umat akhir zaman, digerus masa, dimakan usia dan dilindas peradaban Barat. Kaum muda saat ini terlalu terbuai dengan hal-hal demikian. Bahkan bukan hanya kaum muda-mudi kadang orang dewasapun masih mengidolakan dan mengagungkan hal-hal demikian.

Tahukah kita? Ada rindu dan ada cinta yang lebih besar dan tak ada yang menandingi romantisnya kisah remaja di atas. Adalah Rasulullah Muhammad Saw, saat tiba masanya dimana Malaikat JIbril diperintahkan turun ke bumi untuk menjemput jiwa yang tenag itu, Jibril menuju rumah kediaman Rasul, lalu duduk disebelah kepala Rasulullah Saw.

Beberapa saat Nabi memandangi Jibril, lalu dengan sayu beliau bersabda, “Jibril, mengapa berlambat-lambat? Tidakkah engkau tahu saat yang dijanjikan itu hampir tiba?”

“Beri tahu aku bagaimana hakku di hadapan Allah nanti.” sabda Nabi lagi.

“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat berbaris berlapis-lapis menunggu kehadiran ruh Tuan, seluruh gerbang syurga terbuka sebagai persemayaman Tuan.” kata Jibril kepada Rasulullah.

Namun, wajah Nabi tetap suram dan gelisah. Lalu sabdanya lagi, “Jibril, bukan berita itu yang kuinginkan. Beritahu aku, bagaimana umatku besok di hari kiamat.”

Kebayang nggak dear, saat kita sudah diperlihatkan kenikmatan, apa yang ada di dalam pikiran orang-orang seperti kita ini? Atau ngini aja. Saat Malaikat datang memberi tahu akan kematian kita, apa yang akan kita tanyakan. Lihatlah Rasulullah sekalipun di depannya hendak dipanggil Allah, ia masih memikirkan kita. Ia kita ummatnya.

Maka dengan tenang Jibril menjawab, “Ya Rasulullah, Allah Ta"ala berfirman, Aku haramkan syurga dimasuki oleh para nabi sampai engkau, Muhammad, masuk terlebih dahulu. Dan aku haramkan umat para nabi masuk ke dalamnya sampai umatmu, Muhammad, masuk terlebih dahulu?.”

Mendengar jawaban itu, barulah wajah Nabi berseri-seri. “Alhamdulillah. Kalau begitu hatiku tenang, wahai Jibril.” Beliau merasa tenteram, kerana kaum muslimin mendapat hak dan tempat istimewa di hadapan Allah SWT.

Bibir beliau yang sudah memucat itu menyunggingkan senyum. Senyum istimewa itu juga beliau tujukan kepada Malaikat Izrail ketika beliau mempersilakan sang Pencabut Nyawa itu melaksanakan tugasnya.

Pada waktu yang bersamaan suasana gundah gulana menggantung berat di ruangan sempit itu. Angin kota Madinah yang meniupkan hawa dingin tapi kering tambah dalam menusuk tulang. Sejengkal demi sejengkal matahari pun semakin meninggi ketika Malaikat Izrail berancang-ancang untuk mencabut nyawa Rasulullah SAW.

Penderitaan Nabi SAW semakin menghebat ketika nyawa beliau, yang dicabut oleh Izrail dengan sangat pelan dan lembut, sampai di pusat. Dahi dan sekujur wajah beliau bersimbah peluh. Urat-urat di wajah beliau menegang dari detik ke detik. Sambil menggigit bibir, Nabi SAW berpaling ke arah malaikat Jibril. Mata Rasulullah SAW pun basah, cahayanya pun semakin meredup. “Ya Jibril, betapa sakitnya! Oh, alangkah dahsyatnya derita sakaratul maut ini.”

Sayyidah Fatimah RA memejamkan mata, sementara Ali bin Abi Thalib, yang berada disamping Rasulullah SAW, menundukkan kepala, sedangkan Malaikat Jibril memalingkan muka. “Ya Jibril, mengapa engkau berpaling? Apakah engkau benci melihat wajahku?” tanya Rasul SAW. “Sama sekali tidak, ya Rasulullah. Siapakah yang tega menyaksikan Kekasih Allah dalam kedaaan seperti ini? Siapakah yang sampai hati melihat Tuan kesakitan?” jawab Jibril tersekat-sekat.

Rasa sakit itu kian memuncak. Sekujur tubuh Nabi menggigil. Wajah beliau semakin memucat, urat-uratnya menegang. Dalam keadaan sakit tak tertahankan itu beliau berdoa, “Ya Allah, alangkah sakitnya! Ya Allah, timpakanlah sakitnya maut ini hanya kepadaku, jangan kepada umatku.”

Saat mendengar sabda Rasul itu, Jibril tersentak. Betapa agung peribadi Rasulullah SAW. Dalam detik-detik paling gawat dan menyiksa, bukan kepentingan sendiri yang dimohonkan, melainkan kepentingan umatnya. Andai beliau mohon agar rasa sakit itu dicabut, pasti Allah SWT mengabulkannya. Namun beliau lebih memilih sebagai tumbal agar derita itu tidak menimpa umatnya.

MaashaAllah, pernahkah kita mendengar kisa serupa? Tentu tidak. Yah! Hanya Rasulullah yang demikian, sampai malaikatpun tercengang dengan hati Rasulullah. Jika "rindu" dilan ingin menanggungnya karena katanya berat, biarkan ia saja.

Maka jauh dari itu sesuatu yang lebih berat dari rindu, sesuatu yang tidak ada lagi sakit yang lebih dahsyat dari kematian, namun karena cinta rasulullah tidak ingin umatnya merasakan maut yang amat dahsyat itu menimpa umatnya beliau dalam sakaratul mautnya tidak melupakan kita umatnya yang jangannya bertegur sapa, melihat muka kita saja beliau belum pernah. Cinta manusia yang mana lagi yang lebih romantis dan indah dari ini dear.

Adalah "Cinta" Rasulullah yang tidak hanya di bibir sebagaimana cinta picisan remaja jaman now, tapi jauumh dari lubuk hati yang dalam cinta dan kasih sayang Rasulullah seharusnya membuat kita menitihkan air mata, tak hentinya harusnya kita menyebut nama beliau Saw.

Lantas siapa yang harusnya kita puji mulai dari dulu hingga sekarang. Lantas siapa lagi sosok yang berhak kita kagumi dari dulu hingga sekarang. Tentu hanya kepada Rasulullah Saw yah dear.

Ketika Jibril menyedari keadaan di sekelilingnya, Izrail sudah dengan sangat santun menarik nyawa Nabi SAW sampai di dada. Maka napas beliau pun mulai menyesak. Rasa sakit semakin menghebat. Ketika itulah, lelaki agung itu menengok ke arah sahabat-sahabatnya dengan pandangan sayu.

Sejenak kemudian, keadaan Rasulullah SAW bertambah kritis. Para sahabat saling berpelukan lantaran tak kuat menahan pilu. Dan ketika itulah tubuh Nabi SAW mulai dingin. Hampir seluruh bagian tubuh beliau tidak bergerak-gerak lagi. Mata beliau pun berkaca-kaca dan menatap lurus ke langit-langit hanya sedikit terbuka.

Menjelang akhir hayat beliau, Ali bin Abi Thalib melihat Nabi SAW dua kali menggerak-gerakkan bibir beliau yang sudah membiru. Maka Ali pun cepat-cepat mendekatkan telinganya ke bibir Nabi. Ia mendengar Nabi SAW memanggil-manggil, “Ummati, ummati…. (Umatku, umatku…).” Dengan memanggil-manggil umatnya inilah, Rasul Akhir Zaman itu wafat di pangkuan isteri tercinta, Sayyidah Aisyah RA, pada hari Isnin, 12 Rabi’ul Awwal 11 Hijrah, bertepatan dengan tarikh 3 Juni 632 Masehi, dalam usia 63 tahun.

Itulah Rasulullah sosok yang harusnya selalu kita sebut namanya, bahkan dalam kondisi paling dahsyat sakitnyapun ia memanggil-manggil nama kita umatnya. Sudahkah kita seperti itu untuk beliau? Bersalawat dalam kondisi apapun?

Jawabannya dalam hati saja dan biarkan menjadi bahan muhasabah yah dear....Ingat! Bukan Dilan yang seharusnya kita kagumi, tapi Rasulullah Saw lelaki paling romantis di jagad alam ini.

Cowok keren dan romatis itu bukan Dilan. Karena itu berat. Hanya lelaki soleh yang sanggup mencontohnya.

#ODOP5
#Merkurius

21 komentar:

  1. ALLLAHU akbar 😭😭
    Asshadu anna muhammadarrasulullah,
    Assalamu'alaika yaa Habibi, 😭😭

    BalasHapus
  2. MasyaAllah, merinding bacanya baginda Rasulullah SAW, Muhammad kekasih Allah semoga kita semua mendapat syafa'atnya di akhirat kelak,, amin yaa rabbala'amin

    BalasHapus
  3. Makasih mbak, sudah mengingatkan
    Btw masih ada beberapa typo mba ditulisannya. Salam kenaly dari Mars :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar mbak, makasih sdh di ingatkan. Beberapa sdh sy perbaiki.

      Trima kasih sudah mampir untk berkenan baca tulisan dan Merkurius.

      Salam kenal juga

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. Salam kenal...

      Ini Anak Desa dari mana kak.... salam dri Merkurius

      Hapus
  6. Terima kasih ..... saya suka pengingatnya.

    BalasHapus
  7. Mba..terima kasih untuk pengingatnya. 😭😭

    Salam kenal dari mars

    BalasHapus
  8. Makasihh remindernyaa kak😫

    BalasHapus
  9. Terima Kasih sudah diingatkan ka. Salam kenal dari Mars

    BalasHapus

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...