Minggu, 24 April 2016

Kain Putih

Beberapa hari lalu, tepatnya rabu malam, Selepas shalat isyah baru kali ini Bapak menelpon dengan waktu yang amat singkat. Al_Qur'an yang  pegang tidak jadi baca, saya simpan di dekat saya dan masih lengkap dengan mukena. Badan telerasa lemes seketika setelah percakapan dengan Bapak.

"Assalamualaikum, Iya pak," Jawabku setelah mengangkat panggilan bapak.

"Waalaikumussalam, Nak, Nak Besok pagi-pagi sekali, kamu pulang yah sama adikmu, naik motor saja," jelas Bapak dengan nada suara yang agak berbeda dari biasanya.

"ooh, iye pak... tapi magai pak (ooh iya pak, tapi kenapa pak)," Tanyaku.

"De' ma nak.. Maddanisikka usedding nak ( tidak kok nak... Kangen saja rasanya nak)"

"Oh iye pak." Saya pun menjawab seadanya.

saya merasa ada yang sedikit berbeda malam itu. setelah bapak mengatakan kalau beliau kangen, Bapak langsung mengakhiri telpon dengan suara kedengaran sedikit serak. sayapun menjawab dan mengiyakan permintaan laki-laki yang paling saya sayang ini tanpa menolak, padahal besoknya saya ada pertemuan dengan pembimbing skripsi. Dalam benak saya,Skripsi memang penting tapi, Bapak lebih penting.

Sehabis shalat shubuh, hujan masih turun dengan awetnya. tanpa menghiraukan hujan, saya berangkat dengan adik saya menembus hujan selama kurang lebih 3 jam perjalanan dengan motor.
dingin menusuk, air hujan menembus jaket yang saya kenakan, ditambah angin perjalanan menambah dinginnya tubuh ini.

Semua rasa dingin berubah hangat oleh air mata yang mengalir dari pipi ini, tak sampai di rumah, saya langsung membelokkan motor, memarkirnya di halaman rumah kakek yang dikerumuni banyak orang, kain putih terlihat berkibar di depan halaman.

Sekujur badan ini bergetar, air mata mengalir deras. semua orang terlihat murung, banyak bapak-bapak sibuk bekerjasama membuat keranda, semua perempuan dialam rumah, saya melihat bapak duduk dikursi dengan tatapan sedih melihat kedatangan saya. Setelah memarkir motor, paman ( adik mama yang ke tujuh) menghampiri saya yang sedang terisak, berusaha menyeka air yang keluar dari mata saya, paman  membisik ke dekat saya di tengah keramaian.

"Ndi, ajanna muterri, purani napattentu puangge, de gaga wedding halangi elo'nna puangge' sabbaramani bawang ( Dek, Jangan menangis, Allah sudah mengatur segalanya, tidak ada yang bisa menghalangi kehendak dari sang kuasa),"

Sedih, kecewa, marah, semua bercampur aduk, saya berhambur ke paman sambil terisak,tidak ada yang bisa saya perbuat,  tidak pernah terbayang hari ini kakek dari mama akan dijemput oleh malaiakat israil stelah beberapa tahun lalu kakek dari Bapak juga pergi.

Belum juga kering pusara sepupu saya Nur Asma lestari, kini kakek tercinta telah dipanggil sang pencipta, betul kata paman, tak ada yang dapat melawan takdir, Allah sudah mengatur segalanya. kita yang hidup hanya bisa mendoakan yang lebih dulu berangkat ketempat peristirahatan penuh misteri itu.
 
Mengambil pelajaran di setiap peristiwa kehidupan. mempersiapakan hari dimana jasad terbujur dipembaringan, seluruh tubuh akan mengigil, sekujur badan kedinginan. hari dimana tiadalagi gunanya harta, sahabat, kawan, sanak saudara, kendaraan berubah menjadi keranda, kain putih akan menjadi kain terakhir. setiap jiwa akan merasakannya.

Ya Allah berikan kami kesabaran dan karuniakanlah kami Khusnul Khatimah.. AMIN


Semoga Allah Mengampuni dosa-dosa kakek dan  memberikan tempat yang layak disisinya untuk Kakekku tersayang, Al_Fatiahah...

Sabtu, 16 April 2016

Muslimah Bagaikan Mutiara

Semakin berkilau mutiara
Maka harganya akan semakin mahal.

Muslimah bak mutiara
Yang memancarkan kemilaunya dengan kemuliaannya.

Jika mutiara telah kehilangan kemilau, maka ia bukan mutiara melainkan seonggok batu yang tak memiliki harga. (Eh batu akik nga termasuk yah).  Nah Begitu pula dengan seorang wanita muslimah jika kehormatannya telah hilang.

Maka Wanita muslimah harus selalu menjaga kehormatan dan kemuliaannya.

Sehingga semakin memancarkan kemilaunya juga semakin tinggilah kemuliaannya dimata manusia dan juga Allah SWT.

#Islam Rahmatan Lil Alamin mewujudkan dan menjaga kehormatan semua wanita dan Muslimah.

Sabtu, 09 April 2016

34 HARI


                                                                           34 HARI
                     


Setiap malam tak terlalui kecuali terselip doa yang diterbangkan angin menuju ke desa yang berpenduduk seratus persen muslim itu. Desa yang meninggalkan beribu cerita yang hanya terangkai selama 35 hari.

Delapan bulan sudah setelah kegiatan pengabdian itu berlalu, saat mata saya mulai jenuh menatap lembar kerja Corel Drew, mengedit-edit gambar untuk bahan skripsi. Saya kembali mengingat lembaran-lembaran dokumentasi yang tersimpan rapi di dalam leptop  dengan nama folder KKN DESA BONE-BONE.

Saya menggeser mouse perlahan ke pojok kanan lembar kerja , mengklik tombol pilihan minimize. Lalu menekan tombol window bersamaan dengan huruf E, artinya masuk ke folder komputer. Saya menklik brief case E dan membuka folder tersebut. 

Ratusan foto kegiatan tersusun rapi di dalam folder, dengan bermacam-macam nama folder mulai dari folder Hari pertama, Hari ke dua, Pembuatan kaligrafi, Papan tasbih, Pendokesan, Festival anak shaleh,sampai nama folder Perpisahan.

Sengaja saya membuatnya seperti itu, jika tidak maka saya akan kewalahan sendiri mencari data-data yang  penting bagi saya kedepannya, kalau tidak, bisa berakibat fatal seperti menganggap file tidak penting  sehingga di delete jika tidak disimpan dengan rapi.  Leptop itu bagaikan lemari pakaian, agar mudah mencarinya harus di tata dengan rapi.

Di sebuah bukit ( cie sok dramatis sambil tutup panci, eh tutup muka maksudnya...) Setelah dua hari mengadakan observasi di Dusun Bungin-Bungin dan Dusun Buntu Billa,masih ada satu Dusun lagi yang hari ini akan kami datangi, yaitu Dusun Pendokesan. Dusun Pendokesan terletak di atas gunung dan memerlukan tenaga yang ekstra untuk sampai ke sana, buktinya beberapa teman tidak berani menaikinya.

Setelah mengadakan rapat bersama teman posko, jadilah yang di putuskan untuk naik adalah Koordinator, Saya sebagai sekertaris dan tiga teman perempuan yang cukup akrab dengan saya, mereka sendiri yang menginginkan untuk berangkat, syukurlah, saya memang tipe orang yang senang dengan orang yang punya semangat tinggi.  Jadilah saya dan empat orang teman yang berangkat.

Pendokesan terletak di atas gunung, kalau berjalan kaki bisa di tempuh oleh masyarakat di sana dengan waktu tempuh satu jam. Ada beberapa jalan yang membutuhkan tenaga ekstra untuk menaikinya namun sedikit bisa terobati dengan candaan dan saling memberi semangat, dan hal yang tak terlupakan adalah tingkah teman-teman saat berjalan, ada yang menunduk di jalan mencari puntung rokok, ia tak yakin kalau desa yang terkenal bebas asap rokok ini tidak ada yang melanggar (duh ada-ada aja). 

Ada juga salah satu teman di antara kami ber empat yang mendaki gunung dengan high Hiel, Ia salah satu teman yang selalu mengajak istirahat (maklum lah, pakai sendal yang tumitnya tinggi, siapa yang tahan, huh ngerii tuh). 

Ada juga teman yang selalu melirik kesana kemari, menikmati pemandangan yang di kelilingi gunung, melihat ke dasar gunung ada sungai yang mengalirkan air yang cukup deras dan memperhatikan sekeliling gunung sambil berkomentar  “ waah banyak bunga yah, kalau pulang, nanti kita singgah ambil yah!” katanya berbinar-binar.  Ia teman yang suda berkeluarga, sangat maklum ia sangat menyukai bunga.

 Yang tak kalah lucu, salah satu teman yang membuat suasana selalu cair begitu bersemangat berlari-lari kedepan agar tak ketinggalan dan ketika sampai di bukit lalu berteriak “Ekaa Foto dulu! Serunya kegirangan melihat pemandangan ( padahal baru kenal dua hari, Alhamdulillah suda ada ke akraban). Nah yang terakhir Pak Kordes alias Koordinator desa, dia sangat tenang orangnya, melihat tingkah teman-teman, kadang Ia senyum dan sedikit  berkomentar , sekali-kali terdengar teguran dan keluhannya ke teman-teman, “awas nanti jatuh ke dasar sungai.”katanya.  “duh panas dan banyak debu” keluh pak Kordes, kami sering menyapanya dengan sebutan pak kordes. ( Pak Kordes ini orangya bersih banget, sampai teman-teman kadang cerewet,melihat tingkahnya). 

Setelah melewati perjalanan dengan berbagai tingkah, akhirnya kami melewati pendakian yang terakhir, kami berinisiatif untuk beristirahat di bawah pohon yang agak rindang dan melepas penat di sana, panas yang menyengat yang kami lewati terasa bak membakar tubuh, namun seketika hilang, di terpa angin sepoi-sepoi di bawah pohon rindang yang memberi kesejukan itu, dan kami juga disuguhkan dengan pemandangan indah dari atas gunung.

Saya menaiki gundukan tanah di atas jalan dan berdiri di sana, memanggil teman-teman.
“ayo ke sini, disini lebih indah pemandangannya” seruku ke teman-teman.
“Wah kota Palopo, ada di sebelah kanan sana” sambil menunjuk salah satu teman mulai bergurau. 

Mereka saling berbincang, perlahan suara mereka tak saya perhatikan dengan jelas. Saya hanya fokus dengan pemandangan di depan. Kembali saya  merenung, satu hari telah berlalu, dan masih tersisah hari yang panjang 34 hari lagi, bagaiamana saya kedepannya? Itu yang membuat saya merenung lama di atas bukit itu.

Saya akan melewati 34 hari lagi di tempat asing yang belum pernah saya injak dan lihat bahkan mendengar namanya saja saya tidak pernah, bahkan sekedar membayangkan akan ke tempat ini, tidak pernah. Sejenak setelah berdiri memandangi langit yang terbentang dan bumi yang terhampar, gunung-gunung berdiri kokoh, kembali saya melihat diri ini yang begitu kecil berdiri di bawa pohon itu. Tak ada yang dapat menolak takdir Allah, mungkin ini jalan terbaik dari Allah, menempatkan pada tempat yang tepat. Tak ada yang salah tempat, yang ada manusialah yang kadang tak mampu memberi warna dan menikmati serta mensyukuri nikmat itu. 

34 hari akan saya lalui, meninggalkan sementara kebiasaan saya berkumpul dengan teman-teman mengadakan kajian di kampus dan di luar kampus, agenda rutin di kampus akan beralih menjadi agenda rutin berkumpul dengan saudara yang baru, 34 hari saya akan lalui tanpa pembina setiap minggu yang memberi wejangan dan suntikan semangat, 34 hari itu misteri yang harus saya pecahkan sendiri. 34 hari menjadi kisah yang menyimpan banyak misteri (hehe agak lebay).

Dengan sedikit ilmu yang saya  miliki, saya harus mulai belajar tanpa musyrifah, saya menasihati diri sendiri, dalam sebuah buku agenda saya menulis “ jadilah pewarna yang memberi warna kebaikan pada orang  lain. Jangan jadi pewarna yang memudar dengan pewarna keburukan dari lingkungan kebebasan”

Saya memohon kepada Allah, saya tau bagaimana lemahnya iman ini, saya hanya meminta kepada sang pemberi kekuatan “Kukuhkan aku seperti pohon di atas bukit, bahkan lebih kokoh lagi dari itu, sekalipun mereka diterpa angin dan hujan  serta disengat matahari, ia tetap saja berdiri kukuh, bahkan mereka tak hanya berdiri kukuh, akar-akarnya menyimpan banyak kebaikan, menguatkan dirinya, menahan tanah, menyimpan air di dalamnya dan bahkan mampu meberi kesejukan siapa saja yang singgah bernaung di tengah teriknya matahari.

34 hari adalah misteri yang akan saya lalui, saya harus menulis kisah saya sendiri. Di ujung desa ini,  sambil menatap gunung yang terhampar jauh di ujung sana, membayangkan, saya bak mengangkat bendera perang pada ketakutan diri saya pribadi, mengubahnya menjadi peluang, sebagaimana pohon, saya harus menancapkan secara dalam dan kuat prinsip saya sebagai wanita muslimah, lemah lembut terhadap hal tertentu dan keras terhadap hal-hal tertentu (hukum syar’a) sebagaimana para istri Rasulullah saw, jika pemahaman dan prinsip serta idealisme telah menancap kuat, sekeras apapun godaan menghembus dan segetir apapun ujian menyengat, tak akan membuat seorang muslimah goyah, ia akan tetap berdiri kukuh dengan pemahamannya. Ia berusaha memperkuat dirinya dengan ilmu islam dan berusaha menyimpan kebaikan dan berbagi kesejukan kepada siapapun yang membutuhkannya. 

Selang beberapa menit beristirahat, kami melanjutkan langkah yang beberapa saat lagi akan sampai ke dusun yang kami tuju...
                                                        


Bagi seorang muslimah, malu adalah perisainya, 
takwa adalah pakaiannya
 dan doa adalah senjatanya serta dakwah adalah poros kehidupannya, 
itulah prinsip yang berusaha saya bangun terhadap diri saya
 dan kepada teman-teman muslimah di kampus 
Alangkah indahnya jika semua muslimah memegang kuat prinsip ini. 
Semoga diri ini tetap Istiqomah dengan kebaikan..


Waallahu ‘A lam

Allah dan rasulya terhindar dari keburukan lisan ini


Kamis, 07 April 2016

Lomba Pertamaku Dalam Dunia Penulisan

#‎Event_Kisah_Islami‬

Kisah nyata dan Pengalaman penulis.

Ini pertama kali saya mengikuti lomba untuk dunia kepenulisan, tidak ada suka duka yang saya rasakan saat naskah tidak di terima, itulah alasan saya tidak ikut di grup antologi yang di buat grup ODOP batch 1 yang di kepalai oleh Mba febie 

sebenarnya saya sangat ingin berpartisipasi dalam pembuatan buku suka dukannya, tapi apalah daya tangan tak sampai (ciye.... )

Doakan yah semoga masuk dalam daftar pertimbangan, setidaknya tulisan saya bisa memberikan sedikit pencerahan.

Bagi saya mendapatkan materi dari usaha menulis  hanya bonus dari Allah, karena balasan yang sesungguhnya ada di surga kelak. Apapun  hasilnya  serahkan semua kepada sang penentu hasil. tugas manusia hanya berusaha dan berdoa. iya kan...?

InsyaAllah ini sedikit sinopsisnya (bahkan menulis sinopsis saja saya masih merabah, duhh) 

Sinopsis
                             Malaikat-Malaikat di Kamarku

Seorang wanita yang mencari jalan untuk mendekat kepada Allah,
berbagai cara telah ia jalani.sering ia bermunajat kepada Allah meminta
 petunjuk dan di pertemukan dengan orang-orang yang shalihah.

memiliki seorang suami Hafidz, ustadz dan menempuh pendidkan
di perguruan tinggi Agama dan mengambil jurusan Bahasa Arab
 tak cukup untuk membangun keluarga yang di idamkan, yakni sakinah mawaddah wa rahma.

suami kak Laila hari demi hari berubah, malah ia yang terbawa arus,
 hingga tak memperdulikan kak Laila dengan maksimal.

Kak Laila selalu berdoa agar di pertemukan dengan orang yang mampu membimbingnya memahami islam, agar mampu saling membangun dan memberi semangat denga sang suami tercinta.
Akhirnya Kak Laila di pertemukan dengan seorang yang sangat sederhana, memiliki kesibukan namun kak Laila berharap, dialah jawaban dari do'anya...


InsyaAllah cerpennya akan nyusul...

Minggu, 03 April 2016

Wahai kekasihku, apa yang harus ku lakukan?



Puisi
    
oleh: Eka Shalihah

Wahai Kekasihku, Apa yang Harus Ku Lakukan
           


Wahai kekasihku, apa yang harus ku lakukan?

sekatan berubah menjadi sengatan
manusia-manusia buas memangsa saudara kami
masih basah darah di tangan
kini dia datang membawa senyum.
 


Wahai kekasihku, apa yang harus kulakukan ?
Kebutuhan perut, hawa nafsu, perhiasan, jabatan
kini lebih penting daripada memikirkan  Dien
seonggok daging ini telah menjadi serakah
cinta manusia lebih indah dari sekedar menjadi syahidah 

Wahai kekasihku, apa yang yang harus kulakukan?

Si Licik yang bersembunyi di balik topeng kebijakan
mengungkung para penguasa di negeri muslimin

tak ubahnya Islam kini di jadikan prasmanan.
 
Ide syariah kini dianggap makanan
Yang tak layak dan tak sesuai dengan keadaan.
Al-Qur’an menjelma perhiasan
Yang hanya layak berada dalam peribadatan


Katakanlah apa yang harus ku lakukan.
Tak peduli 
Seberapa kuat diriku
Karena kuyakin aku bersama Allah sang pemberi kekuatan
Tak peduli
Seberapa jauh dan seberapa dekat kemenangan
Karena kuyakin aku bersama sang pemberi kemenangan
Tak peduli
Seberapa letih tubuh ini

Karena ku yakin aku bersama sang pemberi kenikmatan
Tak peduli 
Berapa orang yang mencintai perjuangan ini
Karena aku yakin aku bersama sang pemberi cinta.




Apa yang harus kulakukan...

***

Novel-novel dan buku-buku lain coba ku singkirkan sejenak, kulirik deretan buku-buku tebal di atas meja, kupilih yang paling berat judulnya.

aku membuka lembaran demi lembaran buku itu, tragedi demi tragedi, bencana demi bencana, petaka demi petaka telah mengguncang umat Rahmatan Lil Alamain, dalam sejarah kejayaannya ternyata banyak yang selalu berusaha merusaknnya.


" wahh, ini baru mukadimah... pembahasannya suda beginian, rasanya saya akan bosan nanti." gumamku dalam hati.

"saya suda membeli buku ini, dan apa salahnya saya baca? toh pembahasannya tentang Islam dan saya pasti sangat membutuhkan ilmu dalam buku ini." Aku kembali membuka lembaran demi lembaran, rasanya enggan untuk menyimpan buku itu.

Benar saja, selesai menasihati diri sendiri, aku melanjutkan bacaan buku tersebut, kurasakan ada tetesan embun di atas pipi ini, membaca lembaran demi lembaran buku itu, membuat bibirku keluh, geram dan sedikit penyesalan karena tadi sempat enggan membaca buku itu.
 
 Di awal kata pengantar buku tersebut, penulis menjelaskan bahwa ada banyak bencana yang menimpa kaum muslim dan Islam khususnya, namun hanya ada empat tragedi yang  sangat besar yang akan di bahas di buku itu.

yang pertama:
Tragedi baghdad, merupakan petaka yang paling besar menimpa kaum muslim, meluluh lantakkan segala yang ada kaum muslimin di bantai terutama para khalifah pada kekhilafahan Abbasiyah, baik keturunanya, para komandannya serta para ulama di bantai.


Korban berjatuhan hingga satu juta jiwa. Perampasan harta begitu banyak, perusakan terhadap harta,
karya-karya umat islam sebagaiannya di bakar dan sebagiannya di buang di sungai Dajlah dan Eufrat, agar mereka bisa melintasi dua sungai itu dengan karya kaum muslimin.


Meski musibah besar menimpa kaum muslim pada saat itu, mereka orang-orang islam bersatu dan bangkit dari keterpurukan, mereka berupaya menghadapi ujian, hingga membuahkan kesuksesan. Mereka menjaga jabatan kekhalifahan Abbasiyah dan mendirikannya. Jabatan tersebut senantiasa berdiri layaknya sebuah simbol agama.


Selain itu kekuatan islam di himpun dalam sebuah perlawanan militer di bawah kepemimpinan raja Al-Muzhaffar untuk menuntut balasan atas musibah yang menimpa umat Islam di Baghdad. Ia pun menghimpun kekuatan dan melakukan pertempuran yang sangat sengit.

Yaitu pertempuran “Ain Jalut” pertempuran itu berhasil menumbangkan tentara mongol sampai kepada batas negaranya hingga berakhirlah ancaman tentara mongol untuk selamanya. Bahkan mongol dulunya musuh kini menjadi teman ketika mereka memeluk Islam dan menjadi saudara dalam lingkup akidah.


Musibah yang lain yakni Jatuhnya Al-Quds di tangan tentara salib, akibat dari pendudukan tentara salib dan pembentuka empat koloni di wilayah syam membuat kaum muslim yang ada di wilayah ini merasakan kepahitan dan kekerasan hidup, dan penyerangan kaum muslim bertubi-tubi dan juga penculika terhadap anak-anak, pembunuhan terhadap kaum laki-laki, dan penawanan terhadap wanita.


Para pahlawan yang memimpin umat islam untuk berjihad di jalan Allah seperti Nazarudin Zanki berhasil menyatukan mesir dan syam dan mendirikan negeri kesatuan

Dan juga tentara yang kuat, sehingga dengan tentara itu oleh Salahuddin Al Ayyubi mampu menumbangkan tentara salib dalam sebuah pertempuran dan merebut kembali baitul maqdis sehingga kembali ke pangkuan kaum muslim sperti semula.


Demikianlah, orang-orang Islam menghadapi petaka tersebut dengan segenap kemampuan mereka pada saat itu.  Yang terpenting adalah niat dan cara yang benar. Kesadaran setelah kelalaian tentulah akan membuahkan kesuksesan. Ini sangat penting agar umat tidak mati ataupun terpuruk


Selama orang-orang islam mau mengikuti manhaj Al-Qur’an dan berjalan pada petunjuk yang di ajarkan oleh baginda Nabi Muhammada saw dalam menghadapi masalah atau petaka dengan baik. Maka semua itu akan menghindarkan keruntuhan peradaban dan kejatuhan umat.


Adapaun petaka yang lainnya yaitu jatuhnya Andalusia yang tetap menjadi saksi kesedihan sepanjang masa dan luka yang tak bisa sembuh. Itu merupakan sebuh memori dan rasa sakit yang terus berkelanjutan.


Namun demikian kita tidak menemukan di antara umat Islam sekarang yang bahkan hanya sekedar mengingat dan menghidupkan peringatan jatuhnya Andalusiah untuk mengingatkan umat Islam tentang masa lalu mereka dan juga agar para generasi muda bisa mengetahui kebesaran agama ini serta memahami bahwa Cahaya  dan Peradaban  Islam telah menyinari bagian Barat dan Eropa.


Di sebutkan dalam buku ini dan juga fakta telah mengatakan bahwa ke engganan untuk membaca sejarah adalah sama dengan menghapus memori-memori umat dan menghapus sejarah dan kobaran petunjuk. Kita berdosa karena ke engganan itu, karena kita tidak saja kehilangan Andalusia, tetapi juga kehilangan wilayah lainya dan lainya lagi.


Jumlah kehilangan semakin bertambah banyak mulai dari musibah Baghdad dan hilangnya peradaban Islam yang tinggi. Kemudian hilangnya Baitul maqdish di tangan kaum Salibis lalu hilang lagi di tangan salib baru, yaitu kaum yahudi, lalu hilangnya daulah islam di Andalusiah.


Tidak sampai di situ, kehilangan yang amat besar yakni jatuhnya Kekhilafahan Dinasti Utsmani yang merupakan benteng bagi kaum muslimin.

Kepedihan tidak hanya berhenti  pada pelegseran khilafah Utsmani tapi juga petaka kaum muslim muncul dari peristiwa tersebut di antaranya terpecahnya wilayah Utsamani dan Pengontrolan Barat  terhadap segala kebijakan, lalu memberikannya pada kaum Sekuleris ( Kaum Barat yang memishakan antara Agama dalam Kehidupan) .

Dari sini kemudian terjadi petaka, wilayah Daulah yang satu  seperti Paletina, jatuhnya Irak, Afganistan, Chechnya,  dan Filipina. di caplok dan di pisah, jatuh ke tangan kaum Sekuleris.


Awal dari semua petaka itu adalah jatuhnya ke Khilafahan Utsmani yang menjadi alat pemersatu umat Islam.
Rentetan Sejarah ini telah menguasai hidup kita, sehingga kita menjadi mangsa bagi seluruh umat yang ada di bumi.

Kembali Allah ingatkan kita dalam firmannya

“Janganlah kamu bersikap lemah dan jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (Ali-Imran: 139),


Dalam ayat tersebut Allah SWT seolah mengingatkan kaum yang beriman “Kamulah yang paling tinggi derajatnya dari segi Akidah dan Manhaj. “Kalian semua berjalan padaManhaj  dari Allah, sementara yang lain berjalan pada Manhaj  yang berasala dari manusia.
Hingga peran kalian lebih tinggi di banding manusia. Kalian adalah pembawa pesan bagi para manusia, jika kalian benar-benar seorang mukmin sejati, maka kalian harus menghadapi petaka dan cobaan tersebut dengan kepercayaan penuh kepada Allah. Tidak terjatuh pada kepasrahan dan ketundukan pada sistem buatan manusia.”

Sebagaiamana Rasulullah dan parah sahabat bersabar dengan musibah yang menimpa namun juga tetap berjuang demi tegaknya Islam sebagai pemersatu ummat di muka bumi. Jatuhnya Khilafah Utsmani tidak terjadi begitu saja, namun akibat dari konspirasi yang di lakukan oleh musuh islam, kenapa?


Karena Daulah Khilafah Utsmani merupakan Daulah yang paling kuat pada saat itu, kekuasaanya begitu luas dan wilayahnya begitu besar serta berdiri lebih dari lima abad, kekuasaanya mencakup Asia hingga Afrika, yang di dukung oleh banyak tentara dan juga melintasi Anatholia hingga Eropa Tenggara dan Eropa Tengah.


Jika pernah membaca Sejarah Muhammad Al-Fatih, pasukan beliaulah yang sampai ke wilayah tersebut dengan pasukan berkuda yang gaungannya sampai ke telinga bangsa Eropa.
Kemenangannya semakin kokoh dengan menduduki Konstantinopel pada tahun 875 H dan setelah itu berhasil menduduki Yunani,Yugoslafia,Albania, dan Cyprus. Bahkan tentaranya sampai ke Italia.


Kekuasaan Islam yang besar ini membuat cemas negara Barat, sehingga mereka menyataka sikap permusuhan dengan tujuan merobohkan dan menjatuhkan Daulah Khilafah Islam.

“Sebuah peradaban tidak bisa mati kecuali di bunuh oleh tangan-tangan pemiliknya sendiri.

Hingga pihak Barat melakukan serangannya dari dalam dan di mulai dengan perang Ideologi dengan mengirimkan pihak munafik yang benci terhadap negara, kemudian mengirimkan kaum misisonaris dan separatisme.  Dari situ negara yang menjadi target mulai menampakkan keruntuhan, setelah upaya yang begitu panjang. ( di kutip dari buku Bencan-Bencana Besar dalam Sejarah Islam)


Sang khlik pencipta segala alam semesta telah menobatkan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh Alam, maka sebagai kaum muslim yang mengaku Islam seharusnya berjuang sebagaimana para shalafus-shalih memperjuangka kembalinya Khilafah Islam.

 “Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri”


Sebagaimana dalam tulisan saya pada tanggal 31 kemarin ,musibah

pergantian zaman adalah untuk menguji manusia, siapa di antara hambanya yang beriman, Semoga Saya,Anda dan Kita semua termasuk orang-orang yang memperjuangkan kembalinya kemuliaan Islam.


Wallahu ‘A lam


Amin.......

Jumat, 01 April 2016

Bahkan Jangan Merasa Lebih Baik daripada Firaun

"Sudah berapa kali saya ingatkan, tidak boleh mencela dan menyoroti induvidu dan fisiknya"

Suara lembut dari sudut ruangan persegi itu membuat beberapa gadis yang sedang berkumpul tiba-tiba diam, senyap.

Beberapa menunduk,namun ada juga yang menatap kebingungan.

Saya turut menyaksikan kejadian itu Tak banyak yang ia jelaskan hari itu, setelah sang kakak menegur,  saat ia menyampaiakan hal tersebut, saya hanya terdiam, mencoba kembali mencari benang merah di antara tumpukan jerami yang berserakan di otak saya.

"Islam adalah agama yang paripurna dan paling sempurnah." dalam hati saya begumam.

Saya kembali mengambil huruf demi huruf menyusunnya menjadi kalimat . Berusaha mengingat kembali...

"Nah dalam sebuah buku saya pernah membaca sebuah hadist, seseorang tidak pantas merasa lebih baik dari Firaun, padahal telah nyata Allah melaknat Firaun, namun agar menjaga niat kaum muslim, Rasulullah mengingatkan agar kita tidak merasa lebih baik agar senantiasa juga meningkatkan dan menjaga ketaatan kepada Allah."

Namun fakta sebuah hadist yang lain di sebutkan;

"Kaum muslim wajib untuk mengoreksi penguasa, namun yang di koreksi adalah kebijakan, bukan individu..."

Sebagaimana dalam Hadits Rasulullah menyampaikan bahwa "Dan jika kalian menyaksikan para penguasa kalian sesuatu yang kalian benci, maka bencilah perbuatannya, dan jangan menarik tangannya dari ketaatan. (HR.Muslim)

Nah dalam sebuah hadist lagi di jelaskan bahwa, mengoreksi atau muhasabah adalah jalan untuk mencegah kezaliman sebagaimana sabda Rasulullah saw

 " Sesungguhnya jika manusia itu menyaksikan ke kezaliman tetapi tidak mengambil tindakan apapun dengan tangannya, maka Allah hampir meratakan adzabnya (HR.Abu Daud no (3775)

Wallahu 'A lam..

#MuslimahPenaPeradaban
#MenulisSetiapHari

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...