Minggu, 24 April 2016

Kain Putih

Beberapa hari lalu, tepatnya rabu malam, Selepas shalat isyah baru kali ini Bapak menelpon dengan waktu yang amat singkat. Al_Qur'an yang  pegang tidak jadi baca, saya simpan di dekat saya dan masih lengkap dengan mukena. Badan telerasa lemes seketika setelah percakapan dengan Bapak.

"Assalamualaikum, Iya pak," Jawabku setelah mengangkat panggilan bapak.

"Waalaikumussalam, Nak, Nak Besok pagi-pagi sekali, kamu pulang yah sama adikmu, naik motor saja," jelas Bapak dengan nada suara yang agak berbeda dari biasanya.

"ooh, iye pak... tapi magai pak (ooh iya pak, tapi kenapa pak)," Tanyaku.

"De' ma nak.. Maddanisikka usedding nak ( tidak kok nak... Kangen saja rasanya nak)"

"Oh iye pak." Saya pun menjawab seadanya.

saya merasa ada yang sedikit berbeda malam itu. setelah bapak mengatakan kalau beliau kangen, Bapak langsung mengakhiri telpon dengan suara kedengaran sedikit serak. sayapun menjawab dan mengiyakan permintaan laki-laki yang paling saya sayang ini tanpa menolak, padahal besoknya saya ada pertemuan dengan pembimbing skripsi. Dalam benak saya,Skripsi memang penting tapi, Bapak lebih penting.

Sehabis shalat shubuh, hujan masih turun dengan awetnya. tanpa menghiraukan hujan, saya berangkat dengan adik saya menembus hujan selama kurang lebih 3 jam perjalanan dengan motor.
dingin menusuk, air hujan menembus jaket yang saya kenakan, ditambah angin perjalanan menambah dinginnya tubuh ini.

Semua rasa dingin berubah hangat oleh air mata yang mengalir dari pipi ini, tak sampai di rumah, saya langsung membelokkan motor, memarkirnya di halaman rumah kakek yang dikerumuni banyak orang, kain putih terlihat berkibar di depan halaman.

Sekujur badan ini bergetar, air mata mengalir deras. semua orang terlihat murung, banyak bapak-bapak sibuk bekerjasama membuat keranda, semua perempuan dialam rumah, saya melihat bapak duduk dikursi dengan tatapan sedih melihat kedatangan saya. Setelah memarkir motor, paman ( adik mama yang ke tujuh) menghampiri saya yang sedang terisak, berusaha menyeka air yang keluar dari mata saya, paman  membisik ke dekat saya di tengah keramaian.

"Ndi, ajanna muterri, purani napattentu puangge, de gaga wedding halangi elo'nna puangge' sabbaramani bawang ( Dek, Jangan menangis, Allah sudah mengatur segalanya, tidak ada yang bisa menghalangi kehendak dari sang kuasa),"

Sedih, kecewa, marah, semua bercampur aduk, saya berhambur ke paman sambil terisak,tidak ada yang bisa saya perbuat,  tidak pernah terbayang hari ini kakek dari mama akan dijemput oleh malaiakat israil stelah beberapa tahun lalu kakek dari Bapak juga pergi.

Belum juga kering pusara sepupu saya Nur Asma lestari, kini kakek tercinta telah dipanggil sang pencipta, betul kata paman, tak ada yang dapat melawan takdir, Allah sudah mengatur segalanya. kita yang hidup hanya bisa mendoakan yang lebih dulu berangkat ketempat peristirahatan penuh misteri itu.
 
Mengambil pelajaran di setiap peristiwa kehidupan. mempersiapakan hari dimana jasad terbujur dipembaringan, seluruh tubuh akan mengigil, sekujur badan kedinginan. hari dimana tiadalagi gunanya harta, sahabat, kawan, sanak saudara, kendaraan berubah menjadi keranda, kain putih akan menjadi kain terakhir. setiap jiwa akan merasakannya.

Ya Allah berikan kami kesabaran dan karuniakanlah kami Khusnul Khatimah.. AMIN


Semoga Allah Mengampuni dosa-dosa kakek dan  memberikan tempat yang layak disisinya untuk Kakekku tersayang, Al_Fatiahah...

2 komentar:

  1. Semoga Allah merahmati beliau, diampuni dosa2nya, dlapangkan kuburnya. Aamiin allahumma Aamiin

    BalasHapus
  2. Amin, Allahumma Amin...

    Terima kasih Mba Irma
    ....

    BalasHapus

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...