34
HARI
Setiap malam tak terlalui kecuali
terselip doa yang diterbangkan angin menuju ke desa yang berpenduduk seratus
persen muslim itu. Desa yang meninggalkan beribu cerita yang hanya terangkai
selama 35 hari.
Delapan bulan sudah setelah
kegiatan pengabdian itu berlalu, saat mata saya mulai jenuh menatap lembar
kerja Corel Drew, mengedit-edit gambar untuk bahan skripsi. Saya kembali
mengingat lembaran-lembaran dokumentasi yang tersimpan rapi di dalam leptop dengan nama folder KKN DESA BONE-BONE.
Saya menggeser mouse
perlahan ke pojok kanan lembar kerja , mengklik tombol pilihan minimize. Lalu
menekan tombol window bersamaan dengan huruf E, artinya masuk ke folder
komputer. Saya menklik brief case E dan membuka folder tersebut.
Ratusan foto kegiatan tersusun
rapi di dalam folder, dengan bermacam-macam nama folder mulai dari folder Hari
pertama, Hari ke dua, Pembuatan kaligrafi, Papan tasbih, Pendokesan, Festival
anak shaleh,sampai nama folder Perpisahan.
Sengaja saya membuatnya seperti
itu, jika tidak maka saya akan kewalahan sendiri mencari data-data yang penting bagi saya kedepannya, kalau tidak,
bisa berakibat fatal seperti menganggap file tidak penting sehingga di delete jika tidak disimpan
dengan rapi. Leptop itu bagaikan lemari
pakaian, agar mudah mencarinya harus di tata dengan rapi.
Di sebuah bukit ( cie sok
dramatis sambil tutup panci, eh tutup muka maksudnya...) Setelah dua hari mengadakan
observasi di Dusun Bungin-Bungin dan Dusun Buntu Billa,masih ada satu Dusun
lagi yang hari ini akan kami datangi, yaitu Dusun Pendokesan. Dusun Pendokesan
terletak di atas gunung dan memerlukan tenaga yang ekstra untuk sampai ke sana,
buktinya beberapa teman tidak berani menaikinya.
Setelah mengadakan rapat bersama
teman posko, jadilah yang di putuskan untuk naik adalah Koordinator, Saya
sebagai sekertaris dan tiga teman perempuan yang cukup akrab dengan saya,
mereka sendiri yang menginginkan untuk berangkat, syukurlah, saya memang tipe
orang yang senang dengan orang yang punya semangat tinggi. Jadilah saya dan empat orang teman yang
berangkat.
Pendokesan terletak di atas
gunung, kalau berjalan kaki bisa di tempuh oleh masyarakat di sana dengan waktu
tempuh satu jam. Ada beberapa jalan yang membutuhkan tenaga ekstra untuk
menaikinya namun sedikit bisa terobati dengan candaan dan saling memberi
semangat, dan hal yang tak terlupakan adalah tingkah teman-teman saat berjalan,
ada yang menunduk di jalan mencari puntung rokok, ia tak yakin kalau desa yang
terkenal bebas asap rokok ini tidak ada yang melanggar (duh ada-ada aja).
Ada juga salah satu teman di
antara kami ber empat yang mendaki gunung dengan high Hiel, Ia salah
satu teman yang selalu mengajak istirahat (maklum lah, pakai sendal yang tumitnya tinggi,
siapa yang tahan, huh ngerii tuh).
Ada juga teman yang selalu
melirik kesana kemari, menikmati pemandangan yang di kelilingi gunung, melihat
ke dasar gunung ada sungai yang mengalirkan air yang cukup deras dan
memperhatikan sekeliling gunung sambil berkomentar “ waah banyak bunga yah, kalau pulang, nanti
kita singgah ambil yah!” katanya berbinar-binar. Ia teman yang suda berkeluarga, sangat maklum
ia sangat menyukai bunga.
Yang tak kalah lucu, salah satu teman yang membuat
suasana selalu cair begitu bersemangat berlari-lari kedepan agar tak
ketinggalan dan ketika sampai di bukit lalu berteriak “Ekaa Foto dulu! Serunya
kegirangan melihat pemandangan ( padahal baru kenal dua hari, Alhamdulillah
suda ada ke akraban). Nah yang terakhir Pak Kordes alias Koordinator desa, dia
sangat tenang orangnya, melihat tingkah teman-teman, kadang Ia senyum dan sedikit berkomentar , sekali-kali terdengar teguran
dan keluhannya ke teman-teman, “awas nanti jatuh ke dasar sungai.”katanya. “duh panas dan banyak debu” keluh pak Kordes,
kami sering menyapanya dengan sebutan pak kordes. ( Pak Kordes ini orangya
bersih banget, sampai teman-teman kadang cerewet,melihat tingkahnya).
Setelah melewati perjalanan
dengan berbagai tingkah, akhirnya kami melewati pendakian yang terakhir, kami
berinisiatif untuk beristirahat di bawah pohon yang agak rindang dan melepas
penat di sana, panas yang menyengat yang kami lewati terasa bak membakar tubuh,
namun seketika hilang, di terpa angin sepoi-sepoi di bawah pohon rindang yang
memberi kesejukan itu, dan kami juga disuguhkan dengan pemandangan indah dari
atas gunung.
Saya menaiki gundukan tanah di
atas jalan dan berdiri di sana, memanggil teman-teman.
“ayo ke sini, disini lebih indah
pemandangannya” seruku ke teman-teman.
“Wah kota Palopo, ada di sebelah
kanan sana” sambil menunjuk salah satu teman mulai bergurau.
Mereka saling berbincang,
perlahan suara mereka tak saya perhatikan dengan jelas. Saya hanya fokus dengan
pemandangan di depan. Kembali saya merenung, satu hari telah berlalu, dan masih
tersisah hari yang panjang 34 hari lagi, bagaiamana saya kedepannya? Itu yang
membuat saya merenung lama di atas bukit itu.
Saya akan melewati 34 hari lagi
di tempat asing yang belum pernah saya injak dan lihat bahkan mendengar namanya
saja saya tidak pernah, bahkan sekedar membayangkan akan ke tempat ini, tidak
pernah. Sejenak setelah berdiri memandangi langit yang terbentang dan bumi yang
terhampar, gunung-gunung berdiri kokoh, kembali saya melihat diri ini yang
begitu kecil berdiri di bawa pohon itu. Tak ada yang dapat menolak takdir
Allah, mungkin ini jalan terbaik dari Allah, menempatkan pada tempat yang
tepat. Tak ada yang salah tempat, yang ada manusialah yang kadang tak mampu
memberi warna dan menikmati serta mensyukuri nikmat itu.
34 hari akan saya lalui,
meninggalkan sementara kebiasaan saya berkumpul dengan teman-teman mengadakan
kajian di kampus dan di luar kampus, agenda rutin di kampus akan beralih
menjadi agenda rutin berkumpul dengan saudara yang baru, 34 hari saya akan
lalui tanpa pembina setiap minggu yang memberi wejangan dan suntikan semangat,
34 hari itu misteri yang harus saya pecahkan sendiri. 34 hari menjadi kisah
yang menyimpan banyak misteri (hehe agak lebay).
Dengan sedikit ilmu yang
saya miliki, saya harus mulai belajar
tanpa musyrifah, saya menasihati diri sendiri, dalam sebuah buku agenda saya
menulis “ jadilah pewarna yang memberi warna kebaikan pada orang lain. Jangan jadi pewarna yang memudar dengan
pewarna keburukan dari lingkungan kebebasan”
Saya memohon kepada Allah, saya
tau bagaimana lemahnya iman ini, saya hanya meminta kepada sang pemberi
kekuatan “Kukuhkan aku seperti pohon di atas bukit, bahkan lebih kokoh lagi
dari itu, sekalipun mereka diterpa angin dan hujan serta disengat matahari, ia tetap saja
berdiri kukuh, bahkan mereka tak hanya berdiri kukuh, akar-akarnya menyimpan
banyak kebaikan, menguatkan dirinya, menahan tanah, menyimpan air di dalamnya
dan bahkan mampu meberi kesejukan siapa saja yang singgah bernaung di tengah
teriknya matahari.
34 hari adalah misteri yang akan
saya lalui, saya harus menulis kisah saya sendiri. Di ujung desa ini, sambil menatap gunung yang terhampar jauh di ujung
sana, membayangkan, saya bak mengangkat bendera perang pada ketakutan diri
saya pribadi, mengubahnya menjadi peluang, sebagaimana pohon, saya harus
menancapkan secara dalam dan kuat prinsip saya sebagai wanita muslimah, lemah
lembut terhadap hal tertentu dan keras terhadap hal-hal tertentu (hukum syar’a)
sebagaimana para istri Rasulullah saw, jika pemahaman dan prinsip serta
idealisme telah menancap kuat, sekeras apapun godaan menghembus dan segetir
apapun ujian menyengat, tak akan membuat seorang muslimah goyah, ia akan tetap
berdiri kukuh dengan pemahamannya. Ia berusaha memperkuat dirinya dengan ilmu
islam dan berusaha menyimpan kebaikan dan berbagi kesejukan kepada siapapun
yang membutuhkannya.
Selang beberapa menit
beristirahat, kami melanjutkan langkah yang beberapa saat lagi akan sampai ke
dusun yang kami tuju...
Bagi seorang muslimah, malu
adalah perisainya,
takwa adalah pakaiannya
dan doa adalah senjatanya serta dakwah
adalah poros kehidupannya,
itulah prinsip yang berusaha saya bangun terhadap
diri saya
dan kepada teman-teman muslimah di kampus
Alangkah indahnya jika semua muslimah memegang kuat prinsip ini.
Alangkah indahnya jika semua muslimah memegang kuat prinsip ini.
Semoga diri ini tetap Istiqomah
dengan kebaikan..
Waallahu
‘A lam
Masya Allah pengingat untuk diriku
BalasHapusAmin,
HapusSemoga kita tetap istiqomah dengan kebajikan yh Mba...
Subhanallah..banyak kata2 indah...
BalasHapusAlhamdulillah.
HapusSyukran sd mampir Uni...