Minggu, 28 Januari 2018

PIJAR

Aku tak punya cahaya
Yang dapat Terangi langkahku
Untuk terangi langkahku saja
Masih selalu kupinjam cahayamu

Warna langit mendadak berubah
Saat kubuka  hingga sekarang
Namun Embun yang kau kirim masih sama sejuknya layaknya dulu
bahkan lebih sejuk lagi.

****

Belum juga matahari menampakkan cahaya, suara Ayam jantan dari luar jendela telah menggoda telinga-telinga manusia yang  masih terlelap. Didalam kamar kos-kosan yang tidak terlalu luas namu cukup untuk menampung empat gadis yang masih terlelap.

Jam masih menunjuk angka 2, saat seorang gadis yang berbaring diantara 3 temannya tiba-tiba terbangun sambil memegang perut, seolah berusaha  menahan Sakit, ia tahan suaranya agar tak mengganggu teman sekamarnya.

Gadis yang berumur kira-kira 21 tahun bernama Isna itu, berusaha menahan sakit pada perutnya, sebentar terbangun, sebentar berbaring, tak sampai 30 detik ia bangun lagi, Ia tampak tak bisa bernafas jika berbaring, saat bangunpun perutnya akan semakin sakit, berusaha ia menahan sakit dan tak mengeluarkan suara namun rasa sakitnya akhirnya memaksanya mendesah,...

Akhirnya setelah beberapa saat kegelisahannya berakhir sejenak saat kantuknya membuat ia tertidur. Ia terbangun saat adzan subuh terdengar, setelah ia shalat, tak seperti biasa Ia akan mengaji sampai cahaya matahari mengintip dijendela kamarnya namun tidak kali ini, Ia kembali membaringkan tubuhnya.. Namun ia lupa setiap pagi sebelum Pukul 08.00 ia harus menyetor hafalan minimanl 1 baris per hari, dengan suara yang lemah menahan sakit ia berusaha menghafalkan ayat-ayat indah itu.

***

Teman-teman sekamarnya adalah mahasiswa tingkat akhir yang lumayan sibuk, yang satu lagi adalah adiknya sendiri yang masih duduk di bangku sekolah Menengah. Mereka semua berangkat pagi-pagi sekali ke Sekolah dan Kampus.

Sementara Ia Hanya tinggal berbaring menatap atap-atap kamarnya,Ia duduk menyandar diatas kasur dan menumpuk bantal-bantal setinggi kepalanya mencoba mencari posisi yang akan mengurangi rasa sakitnya. mencoba menerka sakit apa yang ia alami, baru kali ini ia merasakan sakit seperti ini, badan terasa lemas, jika berbaringpun akan membuat sesak dan rasa sakitnya akan sampai ke bahu, ulu hatinya teras perih.

"Hmm, nikmat sehat itu akan terasa setelah kita merasakan sakit,.." katanya lirih "mungkin Ini pengaruh kemarin-kemarin kesibukan, sehingga nga mengurusi makanan!". " Ya Allah ternyata penyakit seperti ini rasanya nga enak, lebih menyedihkan lagi mama dan bapak yang selalu memperhatikan nga ada didekatku saat seperti ini." ungkapnya dalam hati.

Tidak hanya badan dan perutnya yang sakit, tapi kepalanya juga seakan mau meledak, sperti ada kekuatan gelombang energi  yang membuat urat-urat dikepalanya tegang. Ia mulai berfikir, tugas kuliah yang menumpuk amanah organisasinya menanti, tugas-tugas hafalan dan yang lainnya harus diselesaikan, kalau dalam kondisi kesehatan seperti ini, bisa-bisa semua terbegkalai. 

Ia hanya berharap keesokan harinya semua akan kembali pulih seperti semula, "Kalau mau sembuh, ia  juga akan sembuh sendiri, nga perlu minum obat mungkin ini penggugur dosa..." celotehnya

Isna memang gadis yang anti dengan Obat-Obat kimia. nga menyembuhkan, hanya menekan penyakit, nga jelas juga yang buat orang islam apa bukan, terbuat dari bahan apa dan banyak lagi yang ia pertimbangkan, yah ia juga tipikal orang yang protektif.

***

 Keesokan Harinya, ada dealine  yang harus ia selesaikan, ia bergegas menyetrika, mandi lalu siap-siap kekampus.

"mau kemana...?"

 

 "Ada urusan dikampus sebentar, saya keluar dulu",

"Bukannya kamu sakit? " katanya gadis sebaya yang dari tadi menekan toots-toots di keyboardnya, 

"masih bisa ditahan kok, Assalamualaikum...!" Setelah Ia mengucapkan salam, Ia berlalu.

Sepulang dari kampus ia bergegas mengambil air wudhu dan shalat agar dapat beristirahat, tubuhnya mulai dingin dan letih.

Ia kemudian berfikir, banyak tugas yang harus Ia selesaikan, Ia harus cepat-cepat sembuh, Namun Sakitnya bertambah para, mungkin pengaruh aktifitas yang terlalu dipaksakan.

 waktu yang terus berputar, sore itu ia semakin merasakan sakit, Isna kemudian mengambil telpon genggam diatas meja belajarnya, menekan nomor demi nomor sehingga berjumlah 12, ia begitu hafal dengan nomor tersebut, namun sebelum memencet tombol call ia tampak memikirkan sesuatu.

" Tapi Bapak orang yang sibuk, mama mengurusi rumah dan adik-adikku yang masih kecil, apa iya saya akan merepotkan mereka lagi, hmm bukannya kamu memang selalu merepotka sejak dilahirkan, timpalnya pada diri sendiri, yang memang bisa dibilang orangnya tegas dan seolah tegar dihadapan adik dan teman-temannya, tapi ia sangat manja terlebih sama Bapaknya. Ia juga adalah teman curhat mama.

"Assalamualaikum..." Suara indah terdengar dari balik telpon genggam itu mendahuluinya mengucapkan salam. seolah tau anaknya sedang mengalami saat yang tidak mengenakkan,  "Waalaikumussalam," jawabnya lirih, seolah tak bisa menyembunyikan rasa sakit dan sikap manja pada mamanya.

"Magako nak,..? (kenapa nak....?  dalam bahasa bugis)  , "Tadi saya telpon ke nomor kamu, tapi nga diangkat jadi saya telpon teman kamu. katanya kamu sakit tapi masih dipaksain ke kampus,..?

"nga ko maa... saya masih bisa, lagian tadi uda agak enakan, gini Maa' kalau misalnya perut sakit sampai ke ulu hati, trus nga bisa nafas kalau lagi baring Maa.. obatnya apa...?mencoba bertanya dengan suara datar.

"Itu ada obat herbal yang  suda saya kasi ke kamu dulu, yang dalam kantong palstik itu...!, apa masih ada...? 

"Ia Ma, masih, tapi nga dimakan...hehe" jawabnya sambil nyempatin ketawa.

"Inunggi Nak (Itu diminum nak), itu banyak khasiatnya,"

"Iye'...(iya, ungkapan yang sopan menurut orang palopo)."

"jaga makannya, jangan malas,"

"Iya"

"kamu kan pusing juga, itu buat obat sakit kepala juga loh, dan jangan tidur terlalu malam,

"Iya..."

"kalau tugas suda selesai langsung tidur yah,..."

"Iya..." Ia menjawab dengan nada berusaha nurut " saya harus nurut, saya bosan dengan sakit ini." ungkapnya dalam hati.

"Suda dulu yah nak, ingat pesan mama, oia kamu punya bawang merah kan,?" 

"iya ma, kenapa...?"

"itu kamu ambil lalu remes dengan minyak goreng, trus usapkan dibagian perutmu nak yang sakit, itu sangat membantu..."

"iya' ma...! Ia hampir menitikan Air mata, seandainya saja Mama ada disini.

"Ia suda dulu ma, jaga kesehatan..."

"Ih kamu tuh yang jaga kesehatan, ledeknya..."

"hehe iya ma... ya udah, Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam". Suara dari telpon genggamnya tiba-tiba menghilang, sebenarnya ia masih berharap suara itu tetap ia dengar, setidaknya suaranya membuat sakitnya terabaikan.

 ***

Masih dengan posisi yang sama, setelah ia shalat Isyah Gadis itu masih terbaring, bahkan masih mengenakan mukena biru tua, diujung mukenanya dihiasi sedikit gambar bunga. Tiba-tiba suara mobil terdengar dari luar pintu. Hasni berhambur keluar, Hasni adalah nama adik yang tinggal dengannya dikos.

"siapa, kok Heboh gitu..?" Tanya Isna penuh penasaran.

"Bapak, Bapak datang, ye..." Nada kegirangan,

"Ih kamu tuh bercanda mulu...!" Ia sedikit sensitif, merasa dipermainkan, tapi pertanyaanya terjawab ketika pintu ia buka. sosok yang muncul di balik pintu....

"Eh Bapak....?!" Ia berusaha bangun dari tempatnya berbaring, seakan ia baru selesai disuntik obat mujarab oleh dokter ahli segala penyakit, ya ia berusaha tampak baik-baik saja didepan sosok lelaki yang sangat ia Sayang, Ia seolah tidak mau memberatkan pikiran Bapak lagi-lagi karena dirinya. Ia tidak habis fikir, kenapa bisa secepat ini mobil melaju, mama juga tidak cerita kalau mereka akan datang. Ya Allah sekhawatir itukah mereka,?"  Ia menunduk mencium Tangan lelaki itu berusaha menyembunyikan butiran yang hampir keluar dari mata sayupnya.

Gadis itu berusah mencari-cari sosok dibalik pintu mobil, yang datang adik mama yang paling bungsu, adik mama yang ke sembilan (mereka berdua hampir seumuran dengannya) yang paling bungsu kuliah keperawatan di Makassar, yang adik ke sembilan, tahun kemarin selesai wisuda D3 Teknik Komputer. dan adik perempuan mama yang ke 3, Ia Tante yang paling perhatian, Sangking perhatiannya, hampir semua orang yang ada di Kampung kalau ada yang sakit Tante nga ketinggalan, oragnya baik, dia suda punya suami.

Sosok wanita yang suda kepala empat itu turun dari mobil bersama dua orang anak, Ya dia Adik ke 4 dan sibungsu yang masih berumur 4 tahun dan yang satu hampir tiga tahun.

Mereka begitu perhatian, Sesampainya Mereka di kost ia membawa banyak cemilan, obat-obatan tidak ketinggalan, karena malam hampir menunjuk pukul 11. Bapakcharus segera pulang, Tante dan Adik-Adik sebenarnya mau bermalam, Ia cukup betah dengan ruangan sempit yang Isna tempati, entah Ia betah atau hanya karena ingin menemani Isna yang sedang sakit...

Mereka begitu perhatian.

"Nak Kami suda mau pulang, apa kamu mau ikut?" bapak bertanya seolah mengajak.

"Mau pa, tapi... kuliah dan tugas saya banyak, kalau pulang tugas-tugas saya...!" jawabku memelas.

"Nak, kamu itu sakit, kuliah memang adalah sesuatu yang bermanfaat, tapi dengan kondisi seperti ini, jangan terlalu dipaksakana, kalau kamu suda mengusahakan yang terbaik namun harus kandas karena sesuatu yang tidak kamu inginkan, bagi bapak itu tidak masalah nak,Selagi bapak masih sehat bapak akan mengusahakan yang terbaiak untuk kalaian. masih banyak cara mencari rezeki bukan hanya disini.!". Bapak menasihati dengan lembut, sosoknya yang bertubuh agak tegap dan berkumis tidak mengurangi kelembutan dan kasih sayangnya, ia selalu mengeluarkan kata-kata yang penuh dengan didikan.

Isna menyembunyikan kesedihanya, bukan karena ia tidak menyangka bapak akan berkata sebijak itu, karena ia telah lama mengenal Bapaknya yang memang adalah sosok yang sangat bijaksana dan perhatian. tapi Ia Ia merasa bersyukur karena dibalik apa yang menimpanya Allah titipkan cahaya lewat sosok seprti Bapak.

Kau telah meminjamkan cahayamu, 

dalam gelap hampir tak melihat, mencoba meraba,

 hanya cahaya yang kau pinjamkanlah yang 

membuatku dapat melihat.

Mobil Tua yang berwarna silver dibelakngnya bertulikskan KRISTA masih kelihatan layak pakai karena memang ia terawat malaju membawa keluarga kami pulang kekampung halaman, dari bilik jendela mobil angin membelai lembut jaket tebal yang Isna kenakan, ada empat orang di kelas belakang tiga tante dan satu lagi saudara angkatku yang ternyata dari tadi tidak kuperhatikan. Isna duduk dikelas tengah bersama dua adik kecilnya dan mama yang selalu disampingnya. Bapak duduku di depan dan adik pertama Isna namanya Rahman membawa mobil dengan hati-hati.

Sebenarnya Isna tak tahan lama duduk, karena perutnya seakan melilit, namun ia harus menahanya. Ia hanya sesekali menggerakkan perlahan badannya mencari posisisi duduk yang akan mengurangi sedikit rasa sakitnya. Namun mamanya yang memperhatikan kegelisahan anaknya menawarkan

"Nak sini baring dipangkuaan mama saja, tempat duduk masik luas kok...?"

"nga usah ma," jawabnya agak sedikit menolak, ia merasa ia bukan anak kecil lagi, Ia tidak harus selalu merengek kemama.

"yah suda kepalanya disandarin ke bahu mama saja, biar agak enakan dikit".  mama ternyata membaca pikiran anaknya. akhirnya Ia bersandar di bahu mamanya dan tangan mama tidak hentinya memegang kepala anak kesayangannya itu, ia khawatir kalau kepala anaknya akan terjatuh karena tidak menjaganya, sementara mata Isna masih terbuka lebar, ia tidak bisa tidur dimobil itu, entah karena perutnya atau karena ia tidak bisa membendung air matanya, melihat perlakuan kedua orang tua yang begitu menyayanginya.

Di tengah perjalanan, yang Isna pikirkan adalah bagaiamana ia akan membalas kebaiakan mereka, sehingga ia tidak sadar kalau ternyata ia telah sampai dirumah kesayangannya. waktu telah menunjukan pukul 1.  tempat tidur telah mama siapkan, Isna tidur sekamar dengan tenteyang tinggal bermalam dirumah menemaninya. Belum juga bapak dan mama sempat sampai ditempat berbaring, perutnya terasa terlilit sehingga membuatnya merengek ke mama.

" Ya Allah malam ini saya membuat orang-orang khawatir dan lelah karena sakitku, entah bagaiaman aku membalas mereka." bisiknya dalam hati

keesokan harinya Ia seakan berada dirumah sakit VVIV, Mama dan bapak begitu perhatian

Namun yang membuat ia tidak habis fikir, yang biasanya kalau Isna pulang kampung Ia yang mijitin mama sekarang mama yang pijat kaki dan tangan Isna, adik-adik kecilnya selalu didekatnya menghibur, seakan tahu apa yang kakaknya alami, Rahman juga adik yang perhatian sehingga Ia merasa Rumah adalah obat yang paling mujarab ketika sakit, ditambah suasana desa yang masih begitu sejuk, berbeda dengan kota yang penuh kebisingan, 

Isna hanya sehari dirawat dirumahnya, ia langsung sembuh. 

" Rumah dan Keluarga yang Allah titipkan adalah anugerah yang begitu Indah, tak ada kata yang mampu mengurai kasih sayang yang dibangun disana."

Satu hal yang Isna yakini bahwa 
Cahaya ini adalah cahaya yang Allah titipkan
Pijar cahaya ini akan terus ada
Dalam dekapan yang tak berkesudahan.

Satu hal yang Isna harapkan cahaya ini
akan menjadi cahaya dijalan-jalan Allah.

Ya Allah terima kasih kau telah kirimkan malaikat untukku.
Aku tak punya cahaya 
Hang mampu terangi langkahmu
Mamun kucoba rentangkan doa Keheningan yang penuh pesona

Robb izinkan aku membahagakan mereka

peluk mereka ..ya Rabb

bentangkan jalanmu, kepada mereka kehidupan Syurga..

#ODOP5
#day3

5 komentar:

  1. Ini kisah nyatamu kah Eka?

    Panjang banget

    BalasHapus
  2. Jadi ingat 5 perkara, sebelum lima perkara

    BalasHapus
  3. Sejauh apapun kaki melangkah...engkau akan kembali...
    Setinggi apapun engkau melompat, suatu saat kamu harus turun.
    Ingatlah setiap langkahmu!
    Hitunglah setiap lompatanmu!
    Agar kelak engkau bisa memperkirakan jarak dan waktu kau gunakan untuk kembali!
    Bersyukurlah!gemgam erat tangan mereka selagi masih mampu!
    Yakinlah esok akan dikumpulkan dalam tempat yang diridhai... aamiin.

    BalasHapus
  4. Sejauh apapun kaki melangkah...engkau akan kembali...
    Setinggi apapun engkau melompat, suatu saat kamu harus turun.
    Ingatlah setiap langkahmu!
    Hitunglah setiap lompatanmu!
    Agar kelak engkau bisa memperkirakan jarak dan waktu kau gunakan untuk kembali!
    Bersyukurlah!gemgam erat tangan mereka selagi masih mampu!
    Yakinlah esok akan dikumpulkan dalam tempat yang diridhai... aamiin.

    BalasHapus

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...