Minggu, 03 Desember 2017

Gara-gara Pria Misterius

Rumah kami adalah rumah panggung, tangga untuk naik ke rumah ada dua. Satu di luar dan satu lagi di depan, yang diluar biasanya jarang kami lewati dan hanya dilalui kami penghuni rumah jika memang sangat perlu.

Bukan karena pamali atau dilarang, tapi itu adalah pembiasaan keluarga dan memang rasanya lebih mudah lewat tangga depan bagi kami.

Tangga diluar sepertinya memang di desain sengaja untuk tamu  gumamku kadang dalam hati, sebenarnya selalu penasaran akan hal itu tapi belum pernah bertanya ke bapak.

Kalau yang aku tau orang Bugis memang sangat menghormati dan menjunjung tinggi sikap hormat pada tamunya. Bukan karena aku orang bugis yah! Ini bukan narsis.

Aku berkesimpulan seperti itu jika membandingkan dengan tempat-tempat yang pernah aku datangi selama ini. Entahlah mungkin aku kurang piknik kali.

Tepat di samping tangga depan di kolong rumah, kami memiliki warung-warung kecil, sengaja bapak buat agar aku dan mamah tidak bosan jika tidak ada aktivitas dan juga ketika siang hari matahari serasa menyegat dan rumah terasa sangat panas.

Biasanya aku dan adik-adik dan mamah beristirahat di warung, jika siang hari. Kami semua ke kolong rumah untuk beristirahat karena cukup sejuk dibawah sana oleh pohon-pohon rambutan dan tanaman bunga di depan rumah yang berayun-ayun mengipas angin ke rumah kami.

Pagi itu aku sedang siap-siap untuk ke suatu tempat. Aku keluar teras depan memasang kaos kaki dan sepatu bersiap untuk berangkat.

Mama naik ke atas rumah setelah melayani pembeli, "Nak, tau tidak?  Laki-laki tadi setiap pagi bahkan sore selalu singgah di warung kita untuk belanja?" Tanya mamah dengan muka serius.

"Bagus dong Mah, pernah sih saya yang layani juga, memang ada apa Mah?" Tanyaku pada mama.

"Dia itu selalu menanyakan kamu!" Mamah seperti biasa serius tapi berusaha tersenyum saat berbicara agar suasana tidak menegang.

"Masa sih Mah? Pernah sih saya yang layani dan dia bertanya-tanya, masih kuliah apa sudah selesai? Ya saya jawab seadanya saja ke dia" Jawabku agak cuek.

"Tuh, teman saya juga pernah ditanya juga sama dia mah, katanya, ini rumah Eka kan? dikirannya mungkin bukan, karena saya jarang keliatan." Jelasku ke mamah.

"Tapi saya nggak nampakin batang hidung, perasaan saya tidak enak saja liat orang itu mah! Kadang tatapannya agak aneh saja, tapi saya berusaha berbaik sangka saja" Sambungku.

Bapak menyeruput kopi di depannya sambil mendengarkan kami bercakap. Ya biasa kalau emak sama anak cerita.

"Tau tidak istrinya itu biasanya ikut sama dia ketika berangkat kerja, tapi akhir-akhir ini dia tidak pernah bawa istrinya lagi!" Kata mamah.

"Hihi Mamah ini yah, aneh-aneh aja mikirnya. Bisa jadi istrinya ingin istirahat atau lagi hamil, atau ada aktivitas lain Mamah sayaaang!" aku tertawa sambil gelitikin mamah yang sudah semakin kritis.

"Pesan Mamah kamu hati-hati sama orang itu yah nak, bicara seadanya saja sama dia dan jangan sampai cuek juga. Takutnya kamu di apa-apain" Raut muka mamah berubah sedih.

"Dia itu memang ganteng dan banyak uang, juga masih muda. Tapi dia terkenal sudah berkali-kali ganti istri, kamu hati-hati jangan sampai disentuh sedikitpun sama dia." Lanjut mamah.

"Iya mah, siap!" Aku tersenyum ke mamah lalu mengangkat tangan ke kening seperti sikap hormat dan bergegas mengambil tangan mamah dan bapak, mencium tangannya lalu berangkat.

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...