"Maah, mama liat KTP (Kartu Tanda Penduduk)saya tidak ma?" Seru saya didalam kamar
Pagi itu mama baru selesai mandi sementara saya sedang mempersiapkan barang bawaan untuk persiapan selama enam bulan di Kota Serang, Banten mengabdi disalah satu pondok pesantren.
"Memang ada apa? KTP kamu kan hari itu sudah diambil kan seingat mama!" Mama yang didalam kamarnya berusaha menjawab dengan tenang.
Kamar saya dan Mama memang sangat sangat dekat, bahkan hanya dipisahkan oleh dinding.
"Mah itu penting Mah, buat Check in dibandara" Saya menjelaskan dengan suara memelas.
Akhirnya Mama menuju kamar saya.
"Ko bisa tidak ada? Cari lagi kalau begitu" Perintah Mama dengan nada datar.
Mamapun ikut membantu mencari KTP saya, mama membuka lemari dan mengeluarkan tas yang berisi lembaran berkas-berkas penting, mulai dari Kartu Keluarga, Ijazah sampai foto kenangan lamapun masih tersimpan rapih. Yah itulah Mama orangnya sangat telaten dalam menjaga sesuatu. Seperti telatennya menjaga hatinya hanya untuk Bapak seorang (eah)
Saya melihat .ama lebih panik dan khawatir dibanding diri saya ini. Meskipun dalam hati sangat berharap KTP itu bisa ditemukan namun saya tetap berusaha tetap tenang.
Jika dompet saya adalah orang, mungkin sudah mabok berkali-kaili dibuka tutup, tapi tetap saja hasilnya sama, tidak ada.
Tempat pencarian saya alihkan ke buku. Yah buku-buku dalam tas saya adalah teman sejati dompet saya ketika bepergian, satu persatu buku saya keluarkan kemudian membuka lembarannya dan saya jungkir balik, (bukunya yah bukan sayanya) tapi tetap saja hasilnya nehi....eh maksudnya nihil.
Dalam hati saya sangat khawatir dan was-was namun saya pasrahkan semoga Allah menunjukan yang terbaik.
Akhirnya saya hentikan mencari KTP itu dan mencoba melakukan aktifitas yang lain dan tetap menyandarkan harapan saya pada Allah. Semoga saja nanti atau besok bisa ketemu. Karena seingat saya KTP itu tidak pernah saya keluarkan dari dompet.
Keesokan harinya saya bersiap-siap berangkat ke Belopa mengikuti pengajian. Saya memeriksa isi tas saya. Buku, pensil, penghapus, pulpen dan dompet sudah lengkap. Yah isi dompet, saya harus memeriksa SIM (Surat Izin Mengendarai) dan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) Alhamdulillah ada. Dan....
"Waah Alhamdulillah, Ya Allah akhirnya ketemu juga" seruku sendirian karena kegirangan.
Yah KTP yang kemarin saya cari ternyata terselip sibawah SIM. Pantas saja saya tidak melihatnya kemarin.
Pernahkah sobat merasakan hal yang sama saat kehilangan. Khawatir, was-was dan perasaan hati yang gundah-gulana ketika kehilangan sesuatu dan berubah seketika menjadi bahagia dan senang saat mendapati barang itu kembali?
Dari kejadian beberapa hari lalu saya teringat dengan buku yang pernah saya baca. Tapi saya lupa judul buku dan penulisnya. Tapi beberapa tulisannya masih lekat di ingatan saya, salah satunya....
Allahpun demikian sobat. Saat hambanya melakukan dosa kemudian bertobat kegembiraan dan rasa senangnya melebihi kita saat kehilangan sesuatu yang sangat berharga kemudian kita menemukannya. Yah.... Allah gembira saat kita bertobat dari dosa melebihi perasaan senangnya kita saat mendapati barang berharga kita kembali.
Allah sangat suka pada hamba-Nya yang bertaubat. Sampai-sampai Allah lebih bergembira dibanding seseorang yang kehilangan hewan tunggangannya yang membawa bekalnya, lalu hewan tersebut tiba-tiba datang lagi kembali.
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al Anshori, pembatu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah itu begitu bergembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di suatu tanah yang luas.” (HR. Bukhari no. 6309 dan Muslim no. 2747).
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِى ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِى وَأَنَا رَبُّكَ.أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ
“Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah yang luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya. Padahal di hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya. Sehingga ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya.” (HR. Muslim)
Ada beberapa pelajaran yang bisa saya petik dari kejadian tersebut.
1. Allah begitu menyayangi hamba yang bertaubat. Sungguh Allah maha penyayang
2. Harusnya kita banyak bertaubat pada Allah.
3. Pasrah pada ketentuan Allah mendatangkan kebaikan dan keberkahan. Karena laki-laki yang dikisahkan dalam hadits di atas telah berputus asa dari hilangnya hewan tunggangannya, lantas Allah pun mengembalikan hewan tunggangannya.
4. Banyak-banyaklah kita mengintrospeksi diri.
Semoga bermanfaat
#30DWC
#Day8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar