Senin, 30 Oktober 2017

Akulah Pembunuhnya

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga belas, matahari siang itu sangat menyengat membuat ubun-ubun serasa mendidih.

Seorang wanita sedang memegang sebilah pisau berlumuran darah. Adalah aku wanita itu, didepanku tergeletak seorang pria tak bernafas berlumuran darah.

Aku adalah seorang wanita yang baru setahun lalu menyelesaikan studiku di salah satu perguruan tinggi swasta. Usiaku sekarang memasuki dua puluh dua tahun, masa dimana semangat seorang pemuda menggebu. Katanya.

Aku adalah mantan aktivis sekaligus ketua di salah satu lembaga dakwa di kampusku dulu. Banyak orang yang mencurigai organisasi kami diluar sana, sebagai lembaga dakwah garis keras.

Ya... itulah persepsi mereka

Semua bukti mengarah kepadaku, aku ditangkap dibawa ke kantor polisi bersama dengan si mayat.

"Apa pendapatmu tentang lelaki yang terbunuh itu?" Tanya salah seorang petugas kepolisian.

"Sa....sa..sa..." aku tak mampu berkata, kerudung yang aku kenakan telah basah oleh keringat dingin. "Ya Allah, bagaimana ini?" Tangisku

"La haula wala kuata illa billah" Seruku sambil menangis tersedu-sedu

"Hei kamu kenapa nak? Kamu kenapa menangis" Seru seorang perempuan dari balik pintu

Aku terbagun dari tempat tidur dan mendapati suara mama dan suara tangisku masih sempat kudengar.

"Ehh....Anu mah, saya cuma mimpi ko mah, mama tidak usah kaget gitu, tidak apa-apa mah, cuma mimpi!" Seruku kepada mama berusaha tenang.

Aku mengusap air mataku yang masih berbekas.

Aku segera menenangkan mama, aku khawatir mama khawatir terhadapku, karena yang aku tau mama hampir tiap hari puasa kalau ada anaknya yang kenapa-napa.

Aku melirik jam di handphoneku, sekitar pukul tiga belas siang. Buku catatan harian, buku bacaan, pulpen dan.... ya! "Aku ternyata ketiduran saat membaca tadi" Gumamku dalam hati.

Itu dia buku yang berjudul "Ali Sang Pembela Rasululullah" aku membacanya setelah sholat Dzuhur,  buku itu aku pinjam dari perpustakaan umum Kota Palopo sebelum pulang ke rumah.

Sub judul yang barusan aku baca sebelum tertidur memang membuatku menitikan air mata saat membacanya.

Dikisahkan, Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, terjadi suatu peristiwa pembunuhan sebagaiman dalam mimpiku di atas.

Singkat cerita, saat seorang yang berdiri itu di bawa ke hadapan khalifah Ali.

"Apa pendapatmu tentang lelaki yang teebunuh dihadapanmu itu?" Tanya Khalifah kepada tersangka "Saya telah membunuhnya" jawabnya dengan tenang.

Karena sudah mengaku hukumanpun dijatuhkan, tapi datang seorang pemuda yang tergesa-gesa.

"Hentikan! Hadapkan kembali ia kepada Khalifah Ali! Akulah pembunuhnya!" serunya.

Orang-orang menjadi heran karena pemuda itu, tersangka dan pemuda yang mengaku pembunuhnya pun di hadapkan kembali kepada Khalifah Ali.

"Tukang jagal itu bukan pembunuhnya. Akulah pembunuhnya!" ulang orang itu di hadapan Khalifah Ali.

"Lalu mengapa engkau mengaku sebagai pembunuhnya?" tanya Khalifah kepada tukang jagal.

"Saya terpaksa mengaku sebagai pembunuhnya, karena orang-orang menemukan saya tengah menggenggam pisau disamping mayat yang tergeletak itu.

Bukti-bukti sangat kuat bahwa itu adalah saya, padahal tidaklah seperti itu. Saya tengah menyembelih seekor domba, tiba-tiba keinginan saya buang air kecil tidak tertahankan. Saya segera ke tempat itu masih mengenggam pisau. Saya sangat kaget melihat mayat itu tergeletak dan saat itu orang-orang melihat saya." jawabnya polos

Khalifah Ali berfikir sejenak, kemudian memanggil Hasan putranya untuk dimintai pendapat.

Hasan berkata "Meskipun lelaki yang ke dua lah yang membunuhnya, ia telah menyelamatkan jiwa tukang jagal itu. Allah berfirman, "Barang siapa menghidupkan (menyelamatkan hidup) sebuah jiwa, maka seakan-akan telah menghidupkan (menyelamatkan hidup) semua orang."

Akhirnya pembunuh sebenarnya, yakni laki-laki ke dua yang datang belakangan dibebaskan dan hanya dikenai diyat (ganti rugi) untuk keluarga korban.

Sedangkan tukang jagal yang dituduh membunuh dibebaskan, ia sangat gembira tidak jadi dihukum.

MaashaAllah, sungguh cerdas Hasan bin Abi Thalib, ia dapat memberikan keadilan bagi pembunuh yang bertobat dan mengakui kesalahannya.

Ini dikarenakan pembunuh tersebut telah jujur. Padahal pembunuh tersebut bisa saja tidak diketahui perbuatannya karena ada tukang jagal yang tampak terbukti bersalah.

Beginilah rasanya, jika dituduh melakukan makar, dituduh melakukan pemberontakan, dituduh melakukan tindak kejahatan, sementara bukan kita pelakunya. Namun apa daya diri tak mampu mengelak karena tak mampu memberi kesaksian.

Bahkan berucap pun akan menambah masalah. Itulah yang mereka dan aku rasakan dalam kehidupan ini. Dunia bag neraka bagi kami, bagi sebahagian orang yang ingin melihat banyak orang berbahagia di kehidupan setelah ini

Duhai sungguh besar harapanku, kelak bahkan hari ini masih ada orang yang seadil Hasan dan Sejujur Sang Pembunuh

Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut. Mampu memberi kehidupan kepada banyak orang

#30DWC9
#Squad9
#Figters
#Day20
#MuslimahPenaPeradaban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...