Sabtu, 14 Oktober 2017

Jangan Sibuk Baper

Hari ini saya menghadiri acara pernikahan teman saya.

Saya memasuki ruangan dimana pasangan pengantin duduk bersanding.

Saya mengambil posisi duduk di pojok ruangan sebelah kanan dimana kursi tamu wanita disiapkan.

Dari kejauhan saya memandangi teman dekat saya sewaktu SMA, senyumnya selalu tersungging, ia tampak bahagia, betapa tidak ia telah menemukan pendamping hidupnya.

Namun ada pemandangan yang berbeda di atas pelaminan, dari sekian teman saya yang menikah memang hampir kejadian ini selalu saya temukan. Dari balik kelopak mata sang Ayah terlihat embun-embun bening dipelupuk matanya, ia berusaha menahan air mata yang akan jatuh di pipinya itu, itu tampak membuatnya sesak di dada.

Ia berusah sekuat mungkin menyembunyikan kesedihan itu, namun tidak lama kemudian ia akhirnya menunduk dan mengangkat tangan untuk menyeka bulir-bulir air mata di pipinya. Entah hanya saya yang menyaksikan itu atau orang disekitar saya juga melihat.

Entah apa yang ada dikepala seorang ayah ketika melihat anak gadisnya menikah.

Ada dua kemungkinan yang membuat sang Ayah meneteskan air mata dihari bahagia putrinya.

Pertama, bisa jadi air matanya adalah tanda kebahagiaanya dan kedua, bisa jadi  ia menangis bersedih khawatir apakah lelaki yang mempersunting anaknya bisa menyayangi anak gadisnya sebagaimana ia menyayangi anaknya

Saya teringat sebuah tulisan oleh Ustadz Felix

"sayangnya ayah pada putrinya itu sepenuh jiwa tak mampu dilukiskan ataupun diwakilkan kata-kata"

bagi ayah, senyum putrinya itu penghapus murka dan letih lelah airmata putrinya jadi siksa baginya dan sedih putrinya jadi musibah

"seorang ayah punya sejuta impian untuk putrinya walau harus mengorbankan dirinya dia selalu rela

Saat putrinya ia nikahkan, dipandanginya putrinya dalam-dalam dengan tatapan mengharu biru terbayang jelas semua kenangan mulai putrinya lahir hingga saat itu

segala bentak dan tawa, segala bahagia dan kecewa, semuanya  mendadak terpampang jelas, melekat tak mau lepas, semuanya

bertahun-tahun ingatan itu menjadi satu, mendadak ayah sesalkan  tentang apa yang tak sempat ia lakukan, tentang apa yang ia lewatkan

dan saat itu dia menyadari dalam hidupnya sampai masa ini tak ada pelepasan yang lebih berat melebihi hari ini, saat anak gadisnya telah bersanding

mungkin saja seorang ayah takkan pernah siap untuk menikahkan anaknya dan tamkan pernah siap untuk melepaskan bagian dari darah juga jiwanya

bila bukan karena perintah Allah dan sunnah Rasulullah tentu selama-lamanya ia ingin bersama putrinya

tapi putrinya juga harus bercerita, harus berkeluarga dan melaksanakan ajaran ayahnya dalam realita nyata

kini tangan lelaki lain yang diridhai putrinya sedang ia genggam dan hati sang ayah masih gundah, matanya terpejam

yang ayahnya pikirkan "akankah lelaki ini tepat bagi putriku? akankah ia bisa menjaga putriku sebagaimana aku?"

yang ayahnya pikirkan "akankah lelaki ini memperlakukan putriku seperti aku? menyayanginya tanpa syarat, mengajarinya tanpa penat?"

yang ayahnya pikirkan "akankah lelaki ini menyayangi putriku seperti aku? rela berkorban seperti aku pada putriku?"

yang ayahnya pikirkan "adakah lelaki ini mencintai Allah diatas segala-galanya? adakah dia mampu mengawal putriku menuju surga Allah?"

seribu tanya berlanjut, dan mungkin tiada jawaban sebagaimana kasih seorang ayah pada putrinya, yang mungkin takkan pernah terjelaskan

bila ada yang paling berhak untuk dimintai izin akan anaknya  maka yakinlah itu jelas ayahnya, pasti ayahnya!"

Itulah sepenggal isi hati dari seorang ayah.

Dalam kebahagiaanya ia juga selipkan keresahan atas diri kita yang sudah mulai berkeluarga sekalipun.

Yang saya ingin kita semua garis bawahi

Makanya bagi para jomblo dan jomblowati jangan hanya sibuk baper (bawa perasaan)
Ketika teman SD sudah banyak yang menikah
Ketika teman SMP sudah melepas lanjangnya satu per satu
Teman SMA sudah banyak yang punya anak, bahkan sahabat seperjuangan sudah mendahului kita dalam hal pernikahan, ehh kita malah jadi laper.... eh maksudnya Baper...

Yuuk jangan sibuk bapar.

Sibukkanlah dirimu dalam taat
Sibukkan dalam perbaikan
Sibukkan dalam berbakti kepada Ayah dan Bunda
Karen mereka menghawatirkan kita dalam tangis dan senyumnya.

Kau mungkin belum dipertemukan dengan pasangan hidupmu
Karena Allah memberi waktu untuk melejitkan diri, dan menemani orang tuamu lebih sering.

Jangan sibuk baper (Bawa perasaan)
Sibuklah dalam taat dan bakti kepada orang tua

Salam Jofisah

#30DWC
#Day4
#Squad9
#MuslimahPenaPeradaban

2 komentar:

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...