Kamis, 30 November 2017

Jangan Keblinger

Katanya penduduk negeri ini mayoritas adalah muslim. Sudah benarkah demikian?

Dalam shalatpun katanya kita menghadapkan wajah, hidup dan mati hanya untuk Allah pencipta semesta alam.

Pun dalam setiap aktivitas, kerja mencari penghidupan hanya untuk mempermudah bersedekah kepada sesama agar mendapat ridha Ilahi.

Mencari rezeki katanya agar tidak termasuk orang yang dibenci rosul yakni meminta-minta. Setiap apa yang kita lakukan mengakui lewat lisan hanya untuk Allah.

Dalam aplikasi apakah juga demikian membenarkan?
Orang-orang yang demikian sering kita temui di lingkungan kita.

Tak usah jauh, kadang diri pribadipun demikian. Namun yang lebih parahnya jika seperti co toh saudara kita yang satu ini, namanya adalah Riaseng (nama samaran)

Saat di ajak ikut kajian islam "Maaf yah kak, saya tidak bisa hari ahad, hari ahad biasanya di isi liburan keluarga."

"Trus bisanya hari apa kalau begitu,?"

"Kurang tau, karena senin sampai sabtu itu sibuk kuliah dan kerja!" Jawabnya dengan nada datar.

Nah ini contoh orang yang belum ada niat, atau seseorang yang inging belajar tapi setegah-setegah.

[Mbak saya mau belajar privat mengaji] katanya lewat pesan pribadi.

[Alhamdulillah, hari apa maunya Mbak, nanti saya luangkan waktu] Dengan senangnya menjawab.

Dan cuma dibaca.

Lama menunggu, hari pertama tak ada jawaban, hari kedua pun belum ada balasan. Hari ke tiga berlalu masih saja sama. Dalam hati menggumam ada apa gerangan?

[Mbak saya tak ada waktu mbak, saya kalau habis dari kampus sudah capek dan mana tugas mengoreksi tugas mahasiswa numpuk] sambil masang emot sedih.

[Biar saya yang ke rumah mbak kalau begitu, bagaimana mbak?]

Dindong....seminggu berlalu tak ada kepastian.

Ngenes amat hidup saya, ngenes menyaksikan orang-orang yang dikasi hati malah milih mati, mau belajar tapi setengah hati. Mau pintar tapi tak mau belajar. Mau diajar tapi tak mau belajar.

Duuh, emang dunia kebali kayaknya....tapi dunia mah nggak kebalik, kayaknya orang-orangnya yang pada keblinger.

Bukannya hari ini kita masih terbangun karena Allah masih memberi waktu di dunia, memberi waktu untuk hidup agar dapat menghapuskan dosa dan meperbanyak ibadah.

Lantas bagaimana kita mengatakan telah beribadah dengan benar jika buku petunjuk hidup kita (Al-Quran) saja kita abai terhadapnya. Padahal ini adalah handbook juga peta kita berjalan di bumi ini agar melewati jalan pulang yang tidak menyesatkan.

Jangan sampai kita termasuk orang yang bahkan tidak mampu mengerjakan satu pekerjaan dengan benar dalam satu hari. Bukan karena Allah tidak memberi waktu, melainkan kita terperdaya oleh fatamorgana dunia.

Ibnu Al-Qayyim rahimahullah menuturkan dalam syairnya yang begitu indah. "Kehilangan waktu itu lebih sulit daripada kematian karena kehilangan waktu membuatmu jauh dari Allah dan hari akhir. Sementara itu, kematian membuatmu jauh dari kehidupan dunia dan penghuninya saja."

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa menggunakan waktu kita untuk memperbaiki diri, kualitas ibadah, dan juga memanfaatkan waktu yang tinggal di penghujung ini untuk senantiasa mencari ridha Allah agar kelak kita di hari akhir tak menjadi manusia-manusia yang penuh penyesalan.

Karena penyesalan itu adanya di akhir, setiap akhir tidak akan menjadi awal kembali.

Mati tak akan bawa titel, matipun tak akan bawah sertifikat rumah, tidak akan membawa emas berlian. Tidak juga istri atau suami bahkan anak yang mau menemani tidur dikuburan, tak ada. 

Tidak juga dengan pangkat dan jabatan, tidak akan terbebas kita dari pertanyaan karena kita ahli komputer, ahli game, ahli fisika, ahli matematika. Dosen, guru, PNS semuanya akan melewati.

Kita di syariatkan untuk mencari penghidupan duni agar tak meminta-minta. Juga untuk mendukung jalannya dakwah, berinfak, dan memenuhi kebutuhan hidup.

Tapi jangan sampai keblinger dengan dunia.

Mari kita perhatikan ayat berikut:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Aku tidaklah ciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah hanya kepada-Ku“. (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah adalah tujuan UTAMA kita diciptakan. Jika demikian, pantaskan kita menyeimbangkan antara tujuan utama dengan yang lainnya?!

Bahkan dalam doa “sapu jagat” yang sangat masyhur di kalangan awam, ada isyarat untuk mendahukan kehidupan akherat:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, juga kebaikan di akhirat. Dan peliharalah kami dari siksa neraka“. (QS. Albaqoroh: 201)

Wallahu A'lam bis shawab.

Oleh: Eka Trisnawati Anwar
IG: @eka_trisnawatianwar
Blog: ekashalihah.blogspot.com

#Day8
#Squad3
#Muslimahpenaperadaban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...