Jumat, 26 Februari 2016

Menjadi Pendengar dan pembicara yang baik





Mendengar, ternyata bukan hanya “masuk kiri keluar kanan” atau sebaliknya. Mendengar ternyata benar-benar mencoba memahami apa yang dikatakan orang lain. Mendengar adalah sebuah proses serius yang tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kebiasaan, refleks atau insting. Mendengar adalah upaya untuk menghubungkan titik-titik yang kadangkala menyatakan pesan-pesan yang tersembunyi.
Namun Manusia terkadang lebih banyak berbicara dibanding mendengarkan, padahal Allah menciptakan jumlah telinga lebih dari pada lidah, banyak orang yang ingin didegar namun hanya sedikit yang mau menjadi pendengar.

Suatu hari saya mendengar seorang senior menceritakan pengalamannya jalan-jalan ke Bandung, ia menceritakan bagaiamana segarnya suhu udara disana, banyak buku yang lumayan murah, ia menceritakan semua tempat yang didatanginya, semua pengalaman begitu terdengar mengesankan.

 Tiba-tiba dengan nada yang lebih bersemangat di samping kiri saya ada juga senior yang tak mau kalah,  “ saya juga dulu sempat kesana, bukan hanya tempat itu yang saya kunjungi tapi bla,bla,bla,bla..dan seterusnya” saya jadi bingung mau mendengar yang mana, mau lihat senior A takut si senior B merasa tidak diperhatikan mau dengar si B takutnya si A  juga seperti itu, hmm nga tau deh jadinya gimana kalau sampai bentrok hari itu.

Untunglah saya dan teman-teman itu ada beberapa, jadi kami membagi pandangan ke ke senior yang bercerita, seolah-olah ada instruksi, yah saya nga tau ternyata teman-teman mengetahui kondisi kedua orang ini, kabarnya memang keduanya suka banget cerita pengalaman, namun ada juga loh teman yang lagnsung minggat dari tempat duduknya karena tau kebiasaan kakak ini kalau cerita nga ada habisnya.
Ini nih kadang yang memuat renggang hubungan, entah pertemanan, persaudaraan, persahabatan, kehidupan rumah tangga, kalau cuma satu yang mau jadi pendengar akan ribet jadinya, disisi lain kita harus bisa menjadi pendengar yang baik (kabarnya).

Di FTV salah satu stasiun televisi  pernah di menayangkan sebuah Film,
 seorang ibu yang hanya sibuk mengurusi dirinya, suka shoping, dan keluyuran malam. 

Suatu hari ia pulang dari mall berbelanja barang kesukaanya
ia meletakkan semua beanjaannya di sebuah meja, 
tiba-tiba anak gadis yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama mendatangi ibunya,
ia ingin menyampaikan sesuatu kepada ibunya,
 namun sang ibu hanya sibuk menceritakan kebahagiaanya.

“ Nak lihat, ibu belanja apa, hari ini ibu seneng banget sayang,
bisa membeli semua barang kesukaan ibu,..”

 “Bu, bu,...” Sang gadis cantik berkulit putih dengan mata berinar-binar 
terlihat sangat senang, ia memanggil sang Ibu.

 “ lihat sayang ibu membelikan sesuatu untuk kamu sayang, 
lihat sendal ini cocok banget buat kamu sayang, 
dipakai yah kalau kamu main sama temen kamu,
 pamerin ketemenmu nak yah.” Sang ibu melanjutkan tanpa memperhatikan
 anaknya yang dari tadi memegan medali ditangannya, 
sebenarnya hari ini ia sangat senang ia peringkat 1 dikelasnya.

“ oh iya kamu tadi mau bilang apa sayang?”.

 “nga kok bu, Aku seneng ibu hari ini bahagia”.
Iapun keluar dari ruangan dimana ibunya berada dan menangis sejadi-jadinya.
Bisa kebayang bukan perasaan sang anak.. 
Banyak orang yang hanya sibuk menjadi pembicara tanpa perduli dengan
kondisi orang lain disekitar mereka.

Bayangkan jika kita semua ingin jadi pembicara lantas siapa yang akan menjadi pendengar,


Begitu beratkah perkara mendengarkan itu? Kita dikarunia dengan 2 telinga dan 1 mulut. Tentulah  sudah cukup menjadi peringatan, bahwa kita akan lebih banyak mendengar daripada berbicara. Berbicara memang mudah. Tanpa perlu berisi, semua orang juga bisa bersuara. Dan bereskah semua pekerjaan bila semua orang turut berbicara? Tentu tidak.
 
Berbicara dan mendengar memang selalu terkait satu sama lain. Sebegitu kencangnya kita diberikan keleluasaan media untuk berbicara, tentu bisa membuat semua orang lebih suka melakukannya daripada mendengar. Suara-suara itu juga kini telah berubah wujud bukan sekedar suara verbal, juga menjadi tulisan-tulisan. Tengoklah media di internet, terlebih beragam social media yang makin melenakan banyak orang untuk menyuarakan isi hatinya
.
Namun tahukah, di dunia yang menuntut banyak keterlibatan kita, mendengarkan juga akan sangat memudahkan kita untuk mengerti dan membekali kita dalam bertindak? Terdengar sepele, akan tetapi banyak yang bisa kita lakukan tanpa banyak berbicara.
Sebegitu hebatnya orang yang mampu mendengar, sampai disebut dalam sebuah hadits “Bahagia sekali orang-orang yang menahan lidahnya, daripada berkata-kata secara berlebihan.



Berkata berlebihan juga bisa memicu hal negatif lain. Selain menghabiskan energi, hal ini juga mudah memicu keributan. Ini mengingat kemampuan sang pendengar juga mudah terpicu karena daya pemahamanan yang boleh jadi berbeda.

Menjadi pendengar juga membutuhkan keterampilan lain, dan tidak semua orang memang layak dijadikan pendengar kecuali pandai atau terampil dalam menyimpan Sesuatu yang tidak sepatutnya mereka jaga dari apa yang telah ia dengar.



Semoga kita bisa menjadi pendengar dan pembicara yang baik.

Tuhan menciptakan Dua telinga dan satu mulut agar
kita lebih banyak mendengar dari pada berbicara

 
Bukankah seorang penulis tak akan mampu menjadi penulis yang baik
 jika tidak banyak membaca tulisan-tulisan para pendahulunya.

 Bahkan Seorang dokter tidak mampu menjadi Ahli dan memberikan resep yang baik 
jika ia tidak pernah belajar dari penyakit dan keluhan-keluhan pasiennya. 

Seorang guru tidak mampu menjadi guru yang sukses dalam mengajar
 jika tidak belajar dari buku-buku pelajaran, 

Dan seorang anak yang baik dan sukses ternyata dilahirkan dari orang tua
 yang banyak menyampaikan teguran dan nasihat kepada anak-anaknya.



Wallahu A’lam...

3 komentar:

  1. Jd kebayang kalau anak lagi mau cerita malah ibunya ngoceh nggak jelas.. Kasihan anak itu yaaa...

    BalasHapus
  2. Jd kebayang kalau anak lagi mau cerita malah ibunya ngoceh nggak jelas.. Kasihan anak itu yaaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener banget bang, bisa merusak mental si anak...

      yang mau diperhatiin malah si ibunya...

      Hapus

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...