Setelah mengisi materi "Hijra Mengejar Lillah" di acara pesantren kilat yang diadakan adik-adik rohis beberapa hari yang lalu. Tiba-tiba dua orang anak remaja SMP mendekati saya dan bertanya, "Kak eka, saya ada teman yang mau masuk pesantren tapi orang tuanya melarang karena katanya anak pesantren tidak ada masa depannya." Ia menyampaikan keluhannya dengan muka memelas.
Astaghfirullah, saya bergumam dalam hati. Naudzubillah sedih sekali mendengar pengakuan ini apatah lagi yang berkata demikian adalah orang islam sendiri yang sangat fobia dengan islam. Membenci ajaran islam. Orang-orang yang membenci islam telah sejauh ini berhasil meruntuhkan dan melenyapkan islam di dalam jiwa-jiwa kaum muslim.
Belum lagi ada yang melarang anaknya ikut kajian islam, ada yang melarang berjilbab, ada yang melarang pakai kaos kaki. Astaghfirullah
Saya lantas merenungi diri sendiri, beginilah mungkin nanti saya jika berkeluarga, lalu punya anak namun tidak lebih dulu belajar. Punya anak dan punya suami urusannya lebih besar. Mungkin begini saya nanti jika mengurus dan mendidik diri sendiri saja saya ogah-ogahan maka mungkin beginilah jadinya saya. Ya Rabb
Maka pantaslah Imam Al Ghazali menyampaikan, "Didiklah anakmu 25 tahun sebelum ia lahir:
Wahai diri. Anak adalah titipan Allah swt. Apakah yang kita cari di dunia ini? Kesuksesan macam apa? Bukankah kita menyaksikan betapa banyak artis yang bergwlimang harta dan ketenaran sedang berbondong-bondong belajar islam?
Mereka punya segalanya. Kekayaan. Ketenaran, paras yang menawan. Tapi jiwa mereka kering dan tidak merasakan kebahagiaan yang sejati. Lalu mengapa kita begitu takut dengan islam?
Anak adalah titipan. Mereka adalah tabungan terbaik wahai ayah, ibu. Jika kelak kita tak bisa membawa segala macam perhiasan dan rumah mewah bahkan hanya sobekan kaos kaki pun tak boleh masuk ke dalam liang kubur. Maka doa anak yang soleh lah yang akan menerangi alam kubur kita. Itu janji Allah.
Lalu mengapa?
Ketauhuilah. Seseorang bisa mendapatkan kemuliaan surga berkat doa anaknya. Mereka pun bisa dihadiahi mahkota di surga berkat hafalan al Qur’an anaknya. Masalah mendidik anak tidak boleh diabaikan. Bahkan kata Imam Al Ghazali, kita sebaikanya mendidik anak 25 tahun sebelum ia lahir. Maksud perkataan tersebut adalah yang pertama kali harus dididik adalah siapa yang kelak menjadi orang tua. Calon orang tualah yang semestinya mempersiapkan diri untuk melahirkan anak-anak yang cerdas dan bertakwa.
Jangan sampai kita punya anak, tapi kita sebenarnya adalah ibu dan orang tua yang mandul.
Rasulullah SAW pernah bertanya pada para sahahabat
مَا تَعُدُّونَ الرَّقُوبَ فِيكُمْ؟ قَالَ قُلْنَا: الَّذِي لَا يُولَدُ لَهُ، قَالَ: «لَيْسَ ذَاكَ بِالرَّقُوبِ وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ الَّذِي لَمْ يُقَدِّمْ مِنْ وَلَدِهِ شَيْئًا (رواه أحمد)
“Tahukah engkau siapakah yang mandul?”
Para sahabat menjawab : "Orang yang mandul ialah orang yang tidak mempunyai anak”.
Lalu Rasulullah bersabda:
"Orang yang mandul ialah orang yang mempunyai anak, tetapi anaknya tidak memberi manfaat kepadanya sesudah ia meninggal dunia”.(HR. Ahmad)
Jadi seorang yang mandul (tidak punya keturunan) yang sebenarnya adalah para orangtua yang hanya mempunyai anak-anak biologis dan tidak memiliki anak-anak ideologis.
Para orangtua yang gagal mencetak anaknya untuk menjadi shalih atau shalihah dan mau berjuang di jalan Allah. Merekalah orangtua yang mandul berdasarkan hadits nabi di atas.
Disinilah kita mengerti betapa banyak diantara kita yang mandul. Kita tidak mampu mempengaruhi anak, sebab anak-anak lebih dipengaruhi oleh kawan, televisi dan lingkungannya. Sehingga anak-anak tersebut bertumbuh kembang tidak menjadi hamba Allah dan membawa manfaat kepada agama Allah, namun mereka tumbuh menjadi hamba dunia dan tidak mengerti Islam.
Imam Al Qurthubi Rahimahullahu berkata: "Tidak ada perniagaan yang membahagiakan pandangan laki-laki kecuali ia mendapatkan anak-anaknya menjadi shalih dan mereka senantiasa taat dengan agama Allah”.
Jadi, tidak semua anak bisa menjadi investasi akhirat. Dan memang tidak banyak orang tua shalih yang mampu mencetak anak-anaknya menjadi shalih, sehingga bermanfaat panjang untuk kehidupan orangtuanya di masa tua atau di akhirat kelak.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Karena itu marilah kita tak bosan² berdo'a di waktu-waktu mustajab ini (hari-hari terakhir di bulan suci Ramadlan).
Semoga Allah SWT karuniai kita anak² yang shalih- shalihah yang taat pada Allah dan RasulNya, berbakti pada orangtua dan memberi kemaslahatan dunia-akhirat. Aamiin.
Note: Foto hanya adegan
Sumber: Dari berbagai sumber dan pendapat pribadi penulis
Astaghfirullah, saya bergumam dalam hati. Naudzubillah sedih sekali mendengar pengakuan ini apatah lagi yang berkata demikian adalah orang islam sendiri yang sangat fobia dengan islam. Membenci ajaran islam. Orang-orang yang membenci islam telah sejauh ini berhasil meruntuhkan dan melenyapkan islam di dalam jiwa-jiwa kaum muslim.
Belum lagi ada yang melarang anaknya ikut kajian islam, ada yang melarang berjilbab, ada yang melarang pakai kaos kaki. Astaghfirullah
Saya lantas merenungi diri sendiri, beginilah mungkin nanti saya jika berkeluarga, lalu punya anak namun tidak lebih dulu belajar. Punya anak dan punya suami urusannya lebih besar. Mungkin begini saya nanti jika mengurus dan mendidik diri sendiri saja saya ogah-ogahan maka mungkin beginilah jadinya saya. Ya Rabb
Maka pantaslah Imam Al Ghazali menyampaikan, "Didiklah anakmu 25 tahun sebelum ia lahir:
Wahai diri. Anak adalah titipan Allah swt. Apakah yang kita cari di dunia ini? Kesuksesan macam apa? Bukankah kita menyaksikan betapa banyak artis yang bergwlimang harta dan ketenaran sedang berbondong-bondong belajar islam?
Mereka punya segalanya. Kekayaan. Ketenaran, paras yang menawan. Tapi jiwa mereka kering dan tidak merasakan kebahagiaan yang sejati. Lalu mengapa kita begitu takut dengan islam?
Anak adalah titipan. Mereka adalah tabungan terbaik wahai ayah, ibu. Jika kelak kita tak bisa membawa segala macam perhiasan dan rumah mewah bahkan hanya sobekan kaos kaki pun tak boleh masuk ke dalam liang kubur. Maka doa anak yang soleh lah yang akan menerangi alam kubur kita. Itu janji Allah.
Lalu mengapa?
Ketauhuilah. Seseorang bisa mendapatkan kemuliaan surga berkat doa anaknya. Mereka pun bisa dihadiahi mahkota di surga berkat hafalan al Qur’an anaknya. Masalah mendidik anak tidak boleh diabaikan. Bahkan kata Imam Al Ghazali, kita sebaikanya mendidik anak 25 tahun sebelum ia lahir. Maksud perkataan tersebut adalah yang pertama kali harus dididik adalah siapa yang kelak menjadi orang tua. Calon orang tualah yang semestinya mempersiapkan diri untuk melahirkan anak-anak yang cerdas dan bertakwa.
Jangan sampai kita punya anak, tapi kita sebenarnya adalah ibu dan orang tua yang mandul.
Rasulullah SAW pernah bertanya pada para sahahabat
مَا تَعُدُّونَ الرَّقُوبَ فِيكُمْ؟ قَالَ قُلْنَا: الَّذِي لَا يُولَدُ لَهُ، قَالَ: «لَيْسَ ذَاكَ بِالرَّقُوبِ وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ الَّذِي لَمْ يُقَدِّمْ مِنْ وَلَدِهِ شَيْئًا (رواه أحمد)
“Tahukah engkau siapakah yang mandul?”
Para sahabat menjawab : "Orang yang mandul ialah orang yang tidak mempunyai anak”.
Lalu Rasulullah bersabda:
"Orang yang mandul ialah orang yang mempunyai anak, tetapi anaknya tidak memberi manfaat kepadanya sesudah ia meninggal dunia”.(HR. Ahmad)
Jadi seorang yang mandul (tidak punya keturunan) yang sebenarnya adalah para orangtua yang hanya mempunyai anak-anak biologis dan tidak memiliki anak-anak ideologis.
Para orangtua yang gagal mencetak anaknya untuk menjadi shalih atau shalihah dan mau berjuang di jalan Allah. Merekalah orangtua yang mandul berdasarkan hadits nabi di atas.
Disinilah kita mengerti betapa banyak diantara kita yang mandul. Kita tidak mampu mempengaruhi anak, sebab anak-anak lebih dipengaruhi oleh kawan, televisi dan lingkungannya. Sehingga anak-anak tersebut bertumbuh kembang tidak menjadi hamba Allah dan membawa manfaat kepada agama Allah, namun mereka tumbuh menjadi hamba dunia dan tidak mengerti Islam.
Imam Al Qurthubi Rahimahullahu berkata: "Tidak ada perniagaan yang membahagiakan pandangan laki-laki kecuali ia mendapatkan anak-anaknya menjadi shalih dan mereka senantiasa taat dengan agama Allah”.
Jadi, tidak semua anak bisa menjadi investasi akhirat. Dan memang tidak banyak orang tua shalih yang mampu mencetak anak-anaknya menjadi shalih, sehingga bermanfaat panjang untuk kehidupan orangtuanya di masa tua atau di akhirat kelak.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Karena itu marilah kita tak bosan² berdo'a di waktu-waktu mustajab ini (hari-hari terakhir di bulan suci Ramadlan).
Semoga Allah SWT karuniai kita anak² yang shalih- shalihah yang taat pada Allah dan RasulNya, berbakti pada orangtua dan memberi kemaslahatan dunia-akhirat. Aamiin.
Note: Foto hanya adegan
Sumber: Dari berbagai sumber dan pendapat pribadi penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar