Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
Lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak pernah ku membalas...ibu...ibu
Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Tak pernah ku membalas...ibu...ibu
Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas
Ibu....ibu
Ibu....ibu
Sahabat rahimakumullah, membaca lirik ini akan membuat kita refleks mengenang masa kecil dulu saat lagu ini begitu populer yang dinyanyikan oleh Iwan Fals bukan?
Lirik ini bukan hanya relevan dengan jaman dulu, bahkan sampai sekarang rasanya apa pun perjuangan kita pada ibu tidak akan mampu membalas jasa-jasanya
Saya teringat dengan seorang ibu yang anaknya penghafal Quran tapi anaknya ini buta. Lalu sang ibu mengungkapkan sebuah harapan kepada anaknya bahwa ia ingin sekali melihat anaknya bisa melihat sebagaimana anak-anak yang lain. Bisa melihat keindahan dunia, bisa memandang wajah ibunya. Bukan hanya itu, sang ibu sempat berfikir untuk memberikan matanya pada sang anak agar anaknya bisa melihat. Sayang sang dokter mengatakan bahwa kelainan pada mata anaknya itu bukan pada matanya tapi pada sarafnya. Sehingga meskipun mata sang ibu di donorkan tetap tidak akan berpengaruh apa-apa.
Demikianlah kasih sayang seorang ibu. Meski tidak seprti lirik di atas, tapi itu cukup menjadi sebuah perumpamaan hati seorang ibu. Andaikan kebahagiaan sang anak hanya akan terwujud meski harus melewati ribuan kilo, itu yang akan sang ibu lakukan.
Maha Besar Allah, yang telah memberikan kita karunia seorang ibu. Yang hatinya begitu tulus, cintanya begitu luas, sayangnya tak bertepi. MaaysaAllah.
Maka wajar saja, jika baginda nabi sampai mengatakan bahwa ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu. Betapa agung kedudukan seorang ibu karena ia memiliki hati yang juga begitu agung.
Maka sahabat, sudah sepantasnya kita sebagai anak membahagiakan dan tidak menyakiti hati ibu kita. Menyakiti ini berbagai bentuk, mulai dari ter ringan sampai yang paling berat.
Pertama, berkata ah saja pada orang tua terlebih kepada ibu itu tidak dibenarkan. Ini adalah bentuk menyakiti hati orang tua yang mungkin paling ringan menurut ukuran manusia, tapi si sisi Allah amat berat. Berhati-hatilah
Kedua, tidak memuliakannya. Di era milenial ini, handphone begitu bersahabat dengan manusia, dan yang paling memilukan adalah ketika seorang anak sudah keasyikan dengan hp nya, terkadang tidak memperdulikan pekerjaan orang tuanya. Naudzubillah.
Ketiga, menjerumuskannya ke dalam api neraka. Naudzubillah mindzalik. Inilah bentuk kedurhakaan seorang anak pada orang tua yang kebanyakam tidak disadari namun sangat banyak terjadi. Dan ingat pertanggung jawabannya di hadapan Allah amat berat.
Apa itu?
Yakni menjadi anak yang tidak taat syariat islam. Anak adalah titipan dari Allah kepada orang tua, jika orang yang ditempati menitipkan barang tidak amanah. Merusak atau sampai menghilangkan. Pasti siapa pun akan merasa kecewa dengan sikap orang yang tersebut bukan? Demikian juga dengan anak. Anak adalah titipan dari Allah, anak bukan milik orang tua sepenuhnya. Ia hanya titipan. Jika orang tua tidak amanah dialah yang akan mendapat sangksi dan dialah yang harus bertanggung jawab atas titipan tersebut. Demikian juga anak.
Oleh karenanya, seorang anak wanita yang tidak menutup aurat sama halnya ia menjerumuskan kedua orang tuanya ke dalam api neraka. Demikian juga, seorang anak pria maupun wanita yang waktunya tidak digunakan dalam kebaikan maka ia akan dimintai pertanggung jawaban demikian juga kedua orang tuanya.
Terkadang orang tua sudah menasehati, tapi si anak tidak mengindahkan. Naudzubillah. Jadi pasa saat kapan kita ini mau mendengar dan mau berbakti pada orang tua? Kita ini sedang mempersiapkan uang sebanyak apa sih untuk diberikan kepada mereka sehingga kita merasa berhak untuk menunda berbakti dan taat kepada mereka?
Ingatkah engaku pada kisah seorang pemuda yang pernah berkata sepeti ini, "Sungguh aku ini laksana onta penganggkut barang yang hina bagi ibuku.
Jika ibuku menarik tali kekangnya dengan sangat keras maka aku tidak pernah mengeluh karena lelah melayaninya"
Kemudian pemuda itu mengatakan, "Wahai Ibnu Umar apakah menurutmu aku telah mampu membalas jasanya kepadaku?"
Lalu Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘anhuma menjawab, "Tidak, (engkau belum sanggup membalas jasanya) walaupun cuma satu rintihan tarikan nafasnya saat melahirkanmu"
SubhanaAllah.
Sahabat, jika kita telah menyadari bahwa melakukan dan merendahkan diri di hadapan orang tua kita tak mampu membalas jasa mereka. Lalu atas apa kita mendurhakai mereka.
Bahkan meski segunung emas yang kita berikan kepada mereka. Itu tidak akan mampu membalas jasa mereka.
Kita tahu, di dunia ini kedua orang tua kita rela melakukan apa saja demi kebahagiaan kita, lalu apa lagi alasan kita tidak ingin membahagiakan mereka juga. Setidaknya kita jangan menjadi anak yang justru menjerumuskan kedua orang tua yang telah merawat, membesarkan dan menyayangi kita di dunia ini justru kita jerumuskan ke dalam api neraka karena ulah anaknya ini.
Yuk sahabat kita menjadi anak yang membanggakan untuk kedua orang tua kita baik di dunia maupun di akhirat kelak. Jika memang sudah terlanjur jadi anak yang kurang baik, insyaAllah tidak ada kata terlambat selagi Allah masih memberi nafas. Jika memang berbalik arah itu diperkukan, kenapa langkah itu tidak kita ambil demi kebaikan. Yuuk hijrah, demi melihat senyum indah kedua orang tua kita di syurga kelak. Aamiin. Wallahu a'lam bishawab
00.00 14, Ramadhan 1440 H
Wah keren tulisannya say.
BalasHapusSemoga kita bisa menjadi anak yg berbakti kepada kedua orang tua kita.
Aamiin
Wah keren tulisannya say.
BalasHapusSemoga kita bisa menjadi anak yg berbakti kepada kedua orang tua kita.
Aamiin
Thanks say
BalasHapusAamiin