Senin, 03 Desember 2018

MALU Versi Bapak

"Iyae linoe onrong leppal-lepanggengmi mi tu nak. Siri' mi iyala pallawa lawa linota idi tau ogi e."

Begitulah orang tuaku sangat menekankan pada anak-anaknya untuk memelihara rasa malu ini.

Dan agama Islam pun telah mengajarkan dan memandang bahwa malu ini adalah bagian dari syariat islam

"Setiap agama memiliki akhlak dan akhlak islam yakni rasa malu" ( HR. Malik)

Ibnu Mas'ud menuturkan bahwa Rasulullah saw.  pernah bersabda :

Sesungguhnya di antara kalam nubuwwah (ungkapan kenabian) pertama yang di pahami manusia adalah, "jika kamu tidak punya rasa malu, berbuatlah sesukamu!" (HR al-Bukhari).

Rasa malu ini tentu saja rasa malu kepada Allah SWT. Menurut Imam al-Badhawi, hakikat malu kepada Allah adalah memelihara diri dari segala ucapan dan tindakan yang tidak Allah ridhai.

Kebiasaan keluarga kami adalah duduk bersama saat pagi sebelum berangkat kerja dan juga saat malam kami sering duduk bersama di ruang keluarga.

Aku selalu bersemangat ketika duduk bersama Bapak di ruang keluarga yang tanpa sofa itu.

Kami duduk lesehan, sambil memerhatikan Bapak menghirup kopi hangatnya. Aku terkadang duduk di hadapan Bapak, kadang juga di sampingnya.

Suatu hari saat aku hendak berangkat menuntut ilmu ke Pulau Jawa, kali ini Bapak yang memanggilku untuk duduk di dekatnya.

Kalau Bapak sudah memanggil, apa pun yang aku lakukan bahkan shalat sekalipun aku lebih mendahulukan panggilannya apalagi hal yang sangat mendesak dan penting.

"Nak, Bapak selalu mengulang kata-kata ini ke kamu. Bahwa kita singgah di dunia ini yang jadi bekal kita salah satunya adalah rasa malu." Nada bapak begitu lembut namun tidak menghilangkan ketegasannya.

"Sama seperti nenek kamu berpesan dulu ke Bapak. Iyae linoe onrong leppal-lepanggengmi mi tu nak. Siri' mi iyala pallawa lawa linota idi tau ogi e."

"Siri atau malu ini maknanya luas nak. Pertama malu pada Allah. Malu pada Allah itu maksudnya adalah ketika tak ada yang melihat kita maka kita malu karena ada Allah yang Maha Melihat yang membuat kita malu. Itulah malu pada Allah."

"Yang kedua. Malu karena orang tua. Dimana pun kamu anakku pergi. Kamu harus selalu ingat bahwa nama bapak selalu melekat di belakang nama mu nak."

"Ingat selalu dalam hati kamu bahwa, jika kamu melakukan keburukan, yang pertama malu dan namanya tercoreng adalah nama bapak. Karena bapak bertanggung jawab pada putrinya" kata-kata Bapak ini bikin mewek dan aku pun menunduk berusaha menyembunyikan embun yang tiba-tiba jatuh di ujung mataku.

Aku masih terdiam dan Bapak melanjutkan lagi.

Ketiga nak. Malu lah pada diri sendiri. Apa pun yang kamu lakukan malu sama diri kamu sendiri. Jangan ingin terlihat pada orang lain. Tapi berusahala tampil apa adanya dan bawa diri kamu sebagaimana yang orang tua kamu ajarkan.

"Jika kamu hendak melakukan sesuatu, kembalilah bertanya kepada diri kamu sendiri bahwa apakah yang kamu lakukan itu tidak akan membuat diri kamu malu atau orang tuamu malu atau Allah malu melihat perbuatanmu."

"Jangan lakukan apa pun untuk penilaian dan pengakuan orang. Tapi lakukan hal yang ingin kamu lakukan karena kamu malu pada dirimu jika tak mencapainya"

MaasyaaAllah. Serius setiap duduk sama Bapak itu rasanya kayak nano-nano. Campur aduk.

Setiap kata yang keluar dari mulut Bapak selalu dalam dan menghujam sampai ke jantung.

Terima kasih Pah.

Papa selalu bisa jadi lelaki nomor 2 yang selalu buat aku Baper alias Bawa perubahan.

Aku sangat bersyukur Allah SWT hadiahkan Bapak di kehidupanku.

Dan aku selalu bersyukur atas setiap kekurangan Bapak. Dengan begitu aku bisa sering-sering diskusi dengan Bapak agar kami bisa saling bertukar pendapat dan bisa mempererat kedekatan kami.

Semoga Allah mampukan aku memberi hadiah terindah di surga kelak dengan mahkota kemuliaan dari Allah untuk Mamah Papah nanti.InsyaaAllah. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mendidik Anak Usia Dini

Terkadang saya mendengar perkataan orang tua yang mengatakan otak anak saya belum siap menempuh pendidikan dan belajar. Padahal ...